Tetes
demi tetes keringat mengalir dari dahinya yang mulai keriput. Rambutnya yang
mulai beruban tanda masa hidupnya sudah cukup lama. Namun sampai umurnya yang
tak lagi muda ini, sebut saja Pak Imin. Tidak pernah mengalami rasanya tidur di
atas kasur yang empuk, dan tidak pernah mengalami nikmatnya mandi di bawah
guyuran air shower.
Pak Imin telah ditinggal
mati oleh istrinya
yang meninggal pada umur 50 tahun, Pak Imin juga sudah ditinggal pergi oleh
anak-anaknya yang sudah berkeluarga semua. Hanya gubuk reyot yang menjadi
tempat bernaungnya. Pekerjaan Pak Imin saat ini adalah buruh tani yang
penghasilannya tidak menentu. Disaat orang-orang seusianya seharusnya sedang
duduk manis menikmati masa tua, ia malah masih berjuang untuk menghidupi
dirinya sendiri.
Terkadang orang-orang sekitarnya merasa iba akan nasib yang Pak Imin alami.
Tak sedikit pula orang-orang disekitarnya memberi
makan ataupun uang untuknya membeli bahan-bahan pokok. Namun Pak Imin selalu
bersyukur akan pemberian oleh orang-orang disekitarnya, ia tak pernah menyerah.
Namun adakalanya dia menyesali nasibnya
tersebut. Karena disaat
remaja dulu Pak Imin lebih mementingkan putus sekolah ketimbang
melanjutkan sekolahnya, dikarenakan kemiskinan yang telah ia alami, memaksanya
untuk putus dari sekolah. Kini ia hanya merasa rendah karena pilihannya dulu
ternyata mengantarkannya kepada penderitaan dan kemiskinan yang
berlarut-larut..
- End.
Karya Wisnu Ade Putra
Tidak ada komentar:
Posting Komentar