Senin, 19 Februari 2024

KU TEMUKAN IKHLAS

 Nama Kelompok : Seno Maulana, Nabila Haeni Putri dan Novy Nunfathah

Kelas XI DKV

! Tugas menulis dan meresensi cerpen dari pengalaman untuk memenuhi tugas akhir mapel Bahasa Indonesia materi Teks Cerpen.

...........................................................

Ruangan bernuansa klasik yang dominan putih di Sertai garis hijau dengan ukuran 28 m2, di lengkapi AC dan Tv di sebuah rumah sakit swasta. Seorang gadis baru saja terbangun dari tidurnya, karena pancaran sinar matahari yang masuk lewat jendela kamar di lantai tiga yang sengaja di buka oleh seorang dokter muda.

 "Pagi oppi"

Sapanya dengan senyum menenang kan, seakan memberitahu bahwa semuanya akan baik baik saja. Sementara itu sang gadis berusaha duduk sekuat tenaga. Dokter yang menyadarinya menyuruhnya untuk tetap diam, dengan posisi tidur terlentang. Gelang tanda pasien itu terukir nama NovyNunfathah, yaa gadis itu Bernama Novy Nunfathah, tapi memang kerap dipanggil Oppi.

"Tenang aja Opi, saya kesini Cuma mau ganti infusnya, kan udah mau habis" jelasnya.

"Tadinya sengaja pas Opi tidur biar nggak kerasa sakitnya"

 "Tapi malah bangun"

 "Hehehe nggak apa apa ko dok kalo ganti doang mah kan nggak sakit, kecuali kaya kemaren sekalian masukin obat juga" bibirnya yang sengaja dimajukan sebagai tanda kesal, mengingat kejadian kemarin.

Kemarin dokter menyuntikkan obat dibagian selang infus karena gadis ini selalu memuntahkan setiap obat yang masuk. Maka tak ada cara lain selain menyuntikkannya diselang infus. Sempat ragu dan menolak memang pada awalnya.  Karena yang sang gadis dengar dari teman temannya kalo obat dimasukkan kedalam selang infus rasanya akan sangat perih. Hingga akhirnya bujuk rayu sang dokter mampu meyakinkannya. Dan ternyata pada saat disuntikkan memang benar rasanya sangat perih. Ingin sekali sebenarnya menangis dan mengatakan umpatan tak sopan dibenak gadis itu. Tapi apalahdaya, ini semua juga demi kebaikannya kan.

 "Opi hari ini ada agenda apa nih?" Tanya dokter dengan santai sambil mengganti botol infus yang habis.

 "Mmm nggak dok, paling mau liat Netflix aja lanjutin nonton Interstellar"

 "Cobain deh Opi jalan ketaman, siapa tau bisa dapet temen baru kan?"

Saran dari dokter bener juga, lima hari di ruangan ini sepertinya membuat gadis itu semakin  merasa sakit. Lagian nggak ada salahnya kan kalo jalan jalan sebentar.

 "Selesai"

Ucap dokter sedikit mengagetkan gadis di sebelahnya, yang ternyata sedari tadi sedang melamun.

 "Saya tinggal ya Opi"

"Eh iya dok, terimakasih"

Gadis itu masih memperhatikan punggung laki laki dengan kisaran usia 25 tahun. Terlihat rapih  dengan setelan celana jeans berwarna hitam dan jas dokter berwarna putih, tak lupa dengan  stetoskop yang menggantung di lehernya.  

Lebih cocok jadi opa opa Korea gasii di banding dokter?!.

Ditambah lagi potongan Two Block Hair cutnya, juga di dukung dengan kulitnya yang putih dan matanya yang sipit.  Entahlah kata kata itu tiba - tiba terbersit di fikiranya.

 "Dokk..."

Panggilan sang gadis yang sedikit berteriak itu mampu menghentikan Langkah dokter muda tadi,  yang sudah hampir diambang pintu. Ia berhenti kemudian berbalik badan, tersenyum dan membuka suara.

 "Iyaa...AdaapaOpi?"

Dengan nada yang sedikit menuntut untuk segera di jawab kembali.

 "Pagii dok"

Dokter muda itu sedikit tak faham dengan apa yang gadis ini katakan. Tergambar jelas dengan  bagaimana ekspresinya yang kebingungan.

 "Ha?Maksudnyagimana?"

 "Kan tadi dokter bilang pagii Opi, tapi Opi belum sempet jawab hehehe"

Cengiran ala gadis pemilik nama Opi itu berhasil menarik Kembali sudut bibir sang  dokter. Senyumanya yang selalu meyakinkan akan keadaan yang sedang baik baik saja itu lolos dengan candaan tak jelas yang khas milik Opi. Laki - laki bergelar dokter itu pun melanjutkan  langkahnya. Tapi Kembali gadis pasien nya ini memanggil.

 "Dok..."

 "Iya Opi, ada apaa?"

Nadanya yang tulus.

 "Opi bisa sembuh kan?"

Pertanyaan polos yang memang seharusnya tak usah di tanyakan.  Tapi gadis ini hanya ingin meyakinkan dirinya sendiri bahwa ini tak seperti apa yang ia  fikirkan. Bahwa ia masih bisa menggapai seluruh cita - citanya. Bahwa ia masih bisa melakukan  banyak hal yang ia suka. Tanpa ada rasa sakit, tanpa ada rasa sesak yang mengganggu.

Hening...

Hanya senyuman yang nampak, bukan jawaban. Sepersekian detik dokter muda itu berbalik dan  pergi meninggalkan ruangan.  

Senyuman itu...apaartinya?

Kenapa?

 Ini semua akan berakhir kan?

Gadis itu menerka nerka pikiranya sendiri. Mencoba mengartikan arti senyuman yang tadi  dilihatnya. Tentu itu bukan senyuman bahagia. Melainkan senyuman yang hambar, entah ia atau tidak artinya. Tak sengaja sebulir air mata  jatuh dari mata gadis yang terduduk lemah di atas ranjang kamar rawat inap no 4A kelas Eksekutif.

Bukankah baru kemarin dirinya mengatakan ia akan baik - baik saja?

Pelan pelan pintu terbuka. Seorang laki – laki paruh baya mengucapkan salam. Yang kemudian di jawab oleh gadis itu. Yaa itu bapak, cinta pertama gadis itu dan pahalawan yang tak tercatat dalam sejarah. Sial, ternyata sebelum gadis itu mengusap air mata, bapak lebih dahulu melihatnya menetes bebas. Pelan tapi pasti bapak mendekat, mengelus dengan lembut pucuk kepala  puteri kecilnya yang kini telah menjadi gadis cantik. Gadis itu terus membangun pertahanannya  supaya tak menetes lagi dan akan membuat bapak juga merasa sedih.

 "Anak bapaa...kuat ko" suara nya terdengar bergetar.

Itu tanda bahwa ia sedang merasa sangat hancur. Pertahanan yang sedari tadi dibangun oleh  gadis itu runtuh sudah. Air matanya terjun bebas, menagis di pelukan laki – laki yang sudah ia  anggap malaikat itu.

"Husss nggak boleh nangis ... mana ada gadis bapa nangis"

Hiburnya di sertai tawa yang tercampur isak.

 "Ih ini mah bukan gadis bapak yaa ini mah siapa nggak tau soalnya gadis bapak mah nggak  pernah nagis"

 "Kamu liat gadis bapak nggak?"

Tanyanya pura - pura, sebisa mungkin menghibur meski tak kunjung terbit senyum di wajah  puterinya.

"Dia bilang kalo sudah sembuh ingin Kembali lagi ke pondok, di anter bapak tapi, nggak mau  naik angkot soalnya jauh..."

 "Kemana ya dia, bukan kah baru kemarin dirinya membuat janji Latihan Pagar Nusa setelah sembuh?

 Lalu dimana gadis itu Yaa?"

 "Gadis yang tak pernah menetes kan air matanya meski di hantam banyak ujian?"

 "Gadis yang selalu bilang aku nggak mau kalah?"

 "Dimana ya?"

 "Kalo kamu ketemu bilangin yaa bapak nyariin gitu, udah lima hari belum pulang soalnya"

 "Udah yu Kaka makan dulu, nanti kalo hari ini lebih baik, besok Kaka udah boleh pulang"

*****

"Makasih dok"

Suara gadis itu pagi ini terdengar begitu riang, melambaikan tangan ke arah sang dokter. Yaa hari  ini gadis itu pulang. Padahal rencananya kalua masih disini ia akan pergi ke taman.  

"Jangan ke sini lagi ya Opi"

Lambaian balik dari dokter muda itu, tentu saja sambil tersenyum manis. Hari – hari gadis itu jalani  dengan berolahraga dan rutin minum obat. Keinginannya sembuh selalu terngiang dalam benak  nya. Ia tak tahu bahwa Allah telah menyiapkan kejutan yang lebih besar setelah ini. Kini tiba saat  nya ia harus Kembali ke pondok karena akan di laksanakan nya ujian akhir di kelas x.  Tapi tiba – tiba kepala nya pening. Sesak di setiap nafas yang begitu menyiksa tak tertahankan.  Rasa pahit menjalar dari tenggorokan hingga ke mulutnya.

Ada apa ini?

Tak ada yang bisa gadis itu lakukan ia hanya terisak pelan di dalam kamar mandi, perlahan  darah mulai menetes dari hidungnya, tak deras memang, satu jam sudah dirinya di dalam  kamar mandi. Gadis itu bersyukur tidak ada siapun di rumahnya, Karena kedua orang tua nya  adalah pekerja. Sebenar nya tadi pagi mamah khawatir padanya, menawarkan apakah mamah tidak usah masuk kerja?

Tapi gadis itu menolak, ia meyakinkan bahwa ia baik – baik saja. Sejujurnya, ia tak suka di kasihani.  Ia juga tak suka di anggap lemah. Matahari mulai turun, kini Cahaya orange membentang indah  di atas langit. Dan di bawah langit, di halaman belakang rumah sederhana. Ada seorang gadis  yang sedang duduk berhadapan dengan bapaknya. Dengan ragu gadis itu membuka suara.  Mengatakan apa yang ia alami barusan. Tapi ada satu hal yang selalu ia sembunyikan, yaitu  tentang dirinya yang selalu mengeluarkan darah dari hidung. Ada perasaan bersalah karena  berbohong, tapi gadis itu berfikir. Ia akan lebih merasa bersalah jika membuat kedua orang yang ia cintai khawatir.

"Kaka sore ini kedokter Iin yaa, kita cek lagi" katanya.

"Sekalian kita Konsultasi Kaka bisa ikut ujian dipondok atau daring saja dari rumah"

Gadis itu menjawab dengan yakin.

 "Kaka mau ikut ujian dipondok aja pa"

 "Kita lihat nanti ya kaa, kita ikut saran dokter"

Diskusi itu berhenti karena azan Maghrib berkumandang. Setelah Maghrib gadis itu diantar sang mamah pergi menemui dokter Iin. Ia menceritakan keluhanya.

"Ibu Opi ini udah masuk fase Gerd, sebuah penyakit pencernaan yang mana asam lambung atau empedu mengiritasi lapisan dalam saluran makanan. Ini adalah penyakit kronis yang terjadi saat asam lambung atau empedu mengalir kesaluran makanan dan mengiritasi dinding dalamnya.Refluks asam dan heart burn (Asam Lambung Naik) lebih dari dua kali seminggu dapat mengindikasikan GERD. Di tandai dengan rasa pahit yang naik sampai ketenggorokan,mohon maaf ibu Opi juga mengalami pendarahan dilambung di tandai dengan vesesnya yang berwarna hitam"

"Kalo sampai pada fase tukak ibu, kita harus melakukan tindak lanjut yaitu operasi dan harus di rawat di rumah sakit kelas B ,kabar buruknya di indramayu nggak ada buu"

Jelas dokter Iin Panjang lebar.

Kalian ingin bertanya rasanya sepertiapa?

Entahlah tak bisa digambarkan.

Jika hanya Gerd itu sudah tahu, tapi apalagi ini pendarahan?

Dilambung?

Ya tuhan....

Di perjalanan pulang hanya hening, tak ada yang memulai berbicara entah mamah ataupun gadis itu. Masih tak percaya dengan apa yang didengarnya barusan. Setelah sampai di rumah, mamah menceritakan semuanya kepada bapak. Gelapnya malam mulai menyelimuti bumi, tapi tetap bercahaya dengan pancaran sinar bulan. Meskipun terang tapi tak seterang keadaan hati gadis yang sedang terisak pelan didalam kamarnya.

Ia sedang bertanya kepada tuhan, mengapa?

 Mengapa harus dirinya?

Dari sekian banyak manusia dimuka bumi ini mengapadia?

Semua pertanyaan itu terus saja terngiang di benaknya hingga ia benar – benar terlelap. Seperti ga malam, tepatnya jam  03.00 gadis itu terbangun. Ia sudah merencanakan semuanya tadi sore. Malam ini ia ingin mengadu kepada yang pencipta langit dan bumi. Di sujud terakhirnya dalam dua rakat yang ia dirikan, ia terisak kembali, mengadukan rasa sakit yang ia rasa. Meminta suapaya semuanya cepat berakhir. Dan ia bisa Kembali lagi kepondok.

"Ya Allah aku ini hambamu ya Allah bahkan bukan kah aku adalah hamba yang taat kepadamu selamaini?

Aku selalu menjalankan perintahmu, bahkan aku rela jauh dari keluarga kuterpisah kota hanya bercita – cita ingin menjadi pejuang agamamu ya Allah.."

Gadis itu mengadu buliran air matanya jatuh takter bendung.

"Tapi mengapa kau menitipkan sakit ini ya Allah, sungguh hamba mu tak mampu...aku tidak Ikhlas menerima aku lemah ya Allah aku tidak Ikhlas menerima bahwa aku adalah orang yang sakit ya Allah, aku tak Ikhlas atast akdir mu ya Allah"

 Ia mulai mengatakan tentang tak terimanya dia menerima semua ini. Selesai sudah aduanya, kini pagi mulai menjelma,matahari mulai naik kembali.

 "Ka hari ini bapak sudah ada janji dengan dokter Adi"

 "Ayo Kaka siap - siap"

"Ia pak"

kali ini tanpa protes,karena gadis itu mulai mengerti apapun yang dilakukan kedua orangtua nya itu demi kebaikan nya. Tanpa gadis itu sadari hari ini Allah menyiapkan kejutan yang lebih dashyat dari kemarin.

 "Bu Opi ini ada kelainan jantungkah?’’

Tersentak dengan pertanyaan dokter Adi,mamah bingung menanggapinya. Karena selama ini anak gadis nya ini sehat – sehat saja. Bahkan ia aktif dalam berbagai bidang.

"Nggak dok,emang kenapa ya?"

"Tarikan nafas Opi ini berat ibu,detak jantungnya pun melemah"

 "Kalo saran saya ibu coba lakukan EKG"

 "Elektrokardiografi sendiri adalah proses menghasilkan elektrokardiografi bu, atau rekaman aktivitas listrik jantung melalui siklusi jantung yang berulang"

 "Saya khawatir ada Penyumbat anjantung Bu, mengingat gejala opi ini kan nyeri dada, mudah lelah, sesak napas"

 "Meskipun memang jarang sekali terjadi pada anak usia Opi tapi kita tetap perlu waspada"

 "Saya menyarankan EKG ini hanya untuk meyakinkan Bu, bahwa gejala nyeri dada, mudah lelah, sesak nafas dan lain lain ini datangnya dari lambung bukan dari jantung"

Ucapnya meyakinkan keluarga gadis itu, yang sudah terlihat sangat cemas. Mendengar perktaan dokter Adi, keesokan harinya bapak langsung mengajakgadis itu pergi ke RS terdekat untuk melakukan Ekektrokardiografi. Sampai disuatu ruangan yang lengkap dengan alat – alat Ekektrokardiografi, disambut oleh seorang dokter yang masih terlihat cantik meski bisa ditebak umurnya sudah tak muda lagi. Dokter itu ramah sekali, mempersilahkan sangga disuntuk berbaring dan mempersilahkan bapak dan mamah untuk menunggu diluar ruangan. Satu persatu kabel Ekektrokardiografi dipasang. Gadis itu hanya menatap langit – langit yang berwarna dominan putih. Ia sedang mengingat bagaimana dulu dirinya aktif diberbagai organisasi, bangga sejenak tapi ia sadar kembali kini ia tak lebih dari seorang gadis lemah yang hari harinya selalu bersama dengan obat, Bahkan hari ini diagnosa baru hadir lagi.

Selemah itukah dirinya?

Pemeriksaan itu selesai. Dengan ucapan syukur yang mendalam terus di panjatkan oleh bapak dan mamah. Karena hasil nya semua nya baik baik saja. Jantung gadis itu pun sehat, tak ada yang salah. Tapi iramanya memang sangat lambat, tak perlu khawatir itu karena memang jantung gadis itu lemah sebab di lahirkan saat usia kandungan mamah nya delapan bulan. Entah bagaimana gadis itu ingun cepat cepat keluar ke dunia yang sama sekali tak menyenangkan ini. Padahal ia hanya menunggu sekitar kurang dari satu bulanan lagi kan.

Memang bayi yang aneh.

" Berarti kalo kita lihat dari hasil EKG Opi, ini semua penyebab nya ada pada lambung pak " tutur dokter amshori.

Lagi lagi ucapan syukur yang terucap dari bibir kedua orang tua gadis itu. Senyuman indah pun terukir di wajah sang gadis yang selama beberapa hari ini murung karena memikirkan hal yang tak pasti.

Seminggu kemudian ia pun selesai mengerjakan tugas tugas ujian yang kemarin di antarkan oleh gurunya karena ia tak bisa mengikuti ujian di pondok. Sejujurnya selama mengikuti ujian di rumah banyak sekali kesempatan untuk gadis itu berbuat curang, untuk sekedar mengintip google bukan perkara yang sulit karena ia tak di damping siapapun.

Tapi gadis itu selalu mengingat prinsip hidup yang di ajarkan bapak kepadanya, yaitu kejujuran adalah sebuah kehormatan. Ketika kejujuran adalah sebuah kehormatan mka besaran nilai bukan suatu ukuran, melainkan hanya angka yang membuat lupa bahwa Allah adalah sang maha melihat dimanapun keberadaan hambanya. 

Selama hamper dua bulan di rumah akhirnya dengan berat hati bapak mengeluarkan gadis itu dari pondok, dengan alas an ingin lebih menjaga putrinya. Ia tak ingin hal serupa terulang Kembali. Sekaligus memperbaiki lambung yang sudah rusak. Awalnya gadis itu menolak, karena targetnya tahun ini ia akan melaksanakan tahap bilghoib ( hafalan al quran ) setelah mentelesaikan binnadzor ( seaman al qur an 30 juz ) yang ia lalui selama tiga tahun. Tahun ini adalah tahun yang ia tunggu tunggu. Sebab layaknya kebanyakan santri ia pun juga ingin meraih kemuliaan di akhirat dengan memakaikan mahkota kepada kedua orang tuanya karena sang anak adalah hafidzhoh. Belum lagi ia akan meninggalkan jabatanya sebagai ketua keamanan pondok, juga sebagai kepala produksi dapur santri.

Ia keluar pondok itu artinya ia tak akan mengikuti pagar nusa lagi, ia tak akan menjadi ketua OSIS pondok putri lagi dan yang paling menyedihkan ia tak akan bertemu seseorang yang ia kagumi dalam diam lagi. Namun ia harus percaya di balik ini semua Allah simpan hikmah yang begitu luar biasa.

Satu Minggu kemudia bapak berbicara kepada gadis itu bahwa ia akan melanjutkan sekolah nya lagi di salah satu sekolah swasta. Sekolah yang tak begitu jauh juga tak begitu dekat dari rumah nya.

" Sebentar pak, katanya bapak mindahin Kaka dari pondok karena bapak pengen ngawasin Kaka di masa pemulihan? "

Koreksi gadis itu setelah mendengar rencana bapak nya.

" Tapi ko Kaka malah di suruh tinggal bareng om? "

" Ka bapak ini percaya Kaka kuat, Kaka belajar jangan cengeng oke, Kaka belajar anggep diri Kaka baik baik aja"

“ Bapa titipin Kaka ke om karena di sana ada pondok lagi, kan Kaka sendiri yang bilang kalo Kaka kesepian dia rumah "

" Juga kan Kaka punya ilmu nak, tolong di salurkan di sebar luaskan karena ilmu yang barokah itu ilmu yang bermanfaat bagi orang banyak "

" Inget ka  خَيْرُ الناسِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ ( sebaik baik manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain "

Sebenarnya bapak pun khawatir dengan keputusan ini, tapi ini cara  bapak untuk membuat putrinya menjadi pribadi yang kuat. Benar kata bapak berada di lingkungan pesantren membuat gadis itu lebih tenang lebih merasa bahwa nyaman dan selalu gembira. Seharusnya gadis itu ke tempat om seminggu lagi, tapi ia sudah tak sabar ingin cepat cepat ke sana. Ia suka hal baru yang belum pernah ia coba, ia juga suka orang baru. Maka di hari ini bapak mengantarkan nya ke tempat om Sobirin.

" Ka kalo sakit langsung cepet hubungi bapak atau mamah ya, jangan lupa makan tepat waktu, obat nya ada di sini, kalo obatnya habis langsung bilang  oke, terus tidur nya yang teratur jangan begadang, jaga jajan jangan sembarangan, makan pedesnya di forsir dulu, satu lagi jangan terlalu cape "

Panjang lebar mamah menjelaskan aturan aturan yang gadis itu suka langgar.

" Iyaa mah jangan khawatir di sini juga ada om ko" Jawab gadis itu mencoba meyakinkan.

Hari hari nya berjalan baik baik saja, ia lalui dengan riang gembira. Hingga tiba saat nya ia pertama kali masuk sekolah, yaa ini adalah sekolah baru nya. Disini ia benar benar tak mengenal siapapun, meskipun sudah biasa bertemu dengan banyak orang baru tapi entahlah kali ini ia benar benar gugup menghadapi hari pertama nya.

" Mbaa ayo kita berangkat " teriak Danis dari luar asrama.

Oh iya lupa, Danis ini adalah teman baru gadis itu, tapi sayang mereka tak satu kelas.

" Iya nis bentar " jawab gadis itu.

Ia menali dengan hati hati tali sepatunya, di sepanjang perjalanan menuju sekolah baru nya gadis itu hanya diam.Diam memikirkan bagaimana kalo nanti ia tak bisa menyesuaikan dengan teman temanya?

Mengingat ia kan dulu adalah santri yang sangat tertutup dari dunia luar. Bagaimana kalo ia tak fasih dalam menggunakan bahasa Jawa?

Bagaimana kalo nanti teman teman nya tak mengerti dengan bahasanya?

Ia memang asli Jawa namun ntahlah ia lupa lupa ingat dengat bahasanya, karena sedari kecil ia tak menetap di Indramayu.

" Heh mba ko ngelamun sii? "

" E-eeh iya nih ng-nggak tau hehehe"

" Ini kita udah sampe loh mba "

" Ooh ini yaa sekolah nya "

" Lah bukanya mba udah pernah survey ke sini? "

Lupa lupa inget nis hehehe"

Terlihat tulisan BBM yang terpampang megah di depan sekolah itu. Iyaa ini adalah sekolah baru nya SMK Bangun Bangsa Mandiri.

" Balik lagi yu nis"

Ada apa ini?

Seorang Novy Nunfathah gugup??

" Ya kali mbaa kan kita udah sampe, udah ayoo aja nggak apa apa"

Dengan sedikit menarik narik tangan gadis itu Danis memaksanya masuk. Ia mencari di mana kelas nya ia bertanya kepada seorang siswa laki laki. Kemudian laki laki itu menunjukan sebuah ruangan yang tak jauh dari tempat sang gadis berdiri. Ia berjalan menghampiri ruangan tersebut, sebelum ia masuk ia melihat sudah ada beberapa siswa di dalam nya, membuat nya semakin gugup. Gadis itu mengembuskan nafas kasar kemudian mencengkeram erat tas yang ia kenakan dan melangkah maju memasuki ruangan itu.

"Assalamualaikum" sapanya.

Pasti di jawab " waalaikumsalam "

Ia bisa melihat tatapan aneh dari teman teman baru nya Yang belum resmi itu.  Tak butuh waktu lama bagi seorang Novy Nunfathah memiliki teman. Bahkan dulu ketika ia nyasar di Cirebon pun, ketika ziaroh ia sampai di anggap anak oleh salah seorang keluarga di Cirebon karena keahlianya memutar balik kondisi dan cakap dalam berkomunikasi membuat setiap orang yang berbicara dengan nya merasa sefrekuensi. Sial, pada hari pertama masuk agendanya adalah jalan santai.

Apa?

Jalan santai?

Gadis itu tak yakin ia akan kuat berjalan jauh, jangankan jauh dari pondok ke sekolah yang jarak nyaa dekat pun ia kualahan.

Bagaimana ini?

Batinya.

Gadis itu bertanya kepada Revilia teman barunya.

" Vii ini jauh nggak? "

" Nggak ko pii deket "

Tuhan sekali saja ku mohon, ini hari pertama ku. Gadis itu cemas bukan main, ia tak ingin merepotkan siapapun!

Kini kakinya mulai melangkah mengkuti rute perjalanan yang telah di beritahukan, satu menit dua menit ia masih merasa baik baik saja, bahkan sekarang gadis itu masih mengobrol ria dengan Revi. Tiga menit perjalanan, sekarang baru sesak yang berangsur angsur terasa. Keringat pun mulai berjatuhan, bahkan Revi yang tadi ada di sampingnya pun kini telah mendahului nya, karena gadis itu berjalan sangat pelan. Tapi sebisa mungkin ia tak tertinggal dari golongan baris putri. Kini tinggal sedikit lagi rute yang ia jalani hingga sampai ke sekolah, namun ntahlah rasanya sudah tak kuat, batin gadis itu.

Sesampainya di sekolah ia mendudukkan dirinya diantara deretan bangku bangku. Jujur ia ingin sekali meminum sesuatu yang bisa menyegarkan tenggorokannya. Tapi ia tak mungkin berbicara kepada siapapun, untuk bernafas saja dirinya kesusahan. Pandangannya mulai kabur, buram kemudian membiru.

Ia cemas apa yang kemudian akan terjadi?

Dirinya akan pingsan?

Oh tidak jangan di sini tuhan.

Air matanya metes, irama jantungnya pun tak karuan tanganya mulai gemetar di susul keringat dingin yang terus bercucuran. Ia mencoba memejamkan matanya, gelap memang tapi ini lebih menenangkan.

Lima menit berlalu. Berangsur angsur gemetar itu menghilang, irama jantungnya kembali normal, tapi rasa sesaknya tak bisa di kendalikan. Beberapakali gadis itu di ajak berbicara oleh teman barunya tapi ia tak menjawab, terkadang ia jawab sedikit. Bukan karena ia tak ingin tapi karena ia tak bisa mengatur nafas nya. Sebenarnya di lubuk hati yang paling dalam, di hari pertamanya ini ia ingin berkenalan lebih dalaam dengan teman teman barunya ingin lebih akrab. Dan memang sudah tidak aneh lagi seorang Novy Nunfathah itu SKSD (sok kenal sok dekat). Tapi semua rencana itu hancur saat rasa sesak yang menyebalkan itu datang lagi.

Hari ke dua gadis itu di SMK baru nya, tak berjalan lancar. Bahkan kali ini ia baru saja memulai satu pelajaran. Tapi rasa sesak sialan itu tiba tiba datang tanpa di undang, menggangu semua kegiatan yang akan gadis itu lakukan. Kali ini iaa benar benar tak ingin merepotkan siapapun juga tapi ntah lah di tengah jalan, ia ingin ke dalam kelas kembali dengan Revi setelah dari kamar mandi, rasa sesaknya semakin menyiksa bahkan kali ini disertai dengan darah yang perlahan keluar dari hidungnya.

Tuhan...tolong.

Kepalanya mulai pening, tapi gadis itu tak ingin siapun tahu.

Ia segera mengusap darah nya, bahkan ketika dirinya di hampiri pak Fuad pun ia tak berani menatap nya ia takut darah itu keluar lagi, ia hanya menunduk sambil meneteskan air mata, juga mendengarkan nasehat dari pa Fuad.

Sekarang ini ia benci dirinya, benci!

Dirinya lemah!

Diantaranya pulang ke asrama pondok tempat om ia hanya terdiam terus mengusap darah itu.

Sial tak berhenti berhenti!

Umpatnya dalam hati.

Esok nya ia tak masuk karena badanya sangat tak bersahabat untuk melakukan aktivitas. Ia berkonsultasi sendiri lewat whatsaap, tanpa bapak dan mamah tahu. Dokter bilang itu tak apa apa hanya masa adaptasi, mungkin gadis itu terlalu cape.

Minggu pun telah berganti ia tak berani mengikui upacara, ekskul Pramuka dan apapun yang berhubungan dengan hal yang lama dan berat. Semuanya berjalan baik baik saja.

Hingga pada suatu Senin hadis itu merasa bahwa ia baik baik saja, ia tak mengeluhkan apapun lagi dalam beberapa minggu terakhir ini, hanya saja rasa sesak itu masih suka mengganggu. Gadis itu rasa ia tak akan apa apa jika mengikuti upacara bendera. Dengan pertimbangan yang matang ia memberanikan diri untuk mengikutinya. Pada awalnya memang baik baik saja namun beberapa benit kemudian tubuhnya mulai merasakan sesuatu yang aneh. Badanya mulai bergetar akeringat dingin itu mulai keluar. Rasa pening yang tak bisa di gambarkan menghantam keras kepalanya. Pandangannya pun mulai kabur tak karuan. Sebelum terjadi apapun ia segera berbicara kepada salah satu temanya.

" Metaaa...Opi pusing"

Meta sigap membawa gadis itu keluar dari barisan, beberapa saat memang masih bisa berjalan, tapi setelah setengah jalan menuju ruang guru, gadis itu sudah tak tahan, pandanganya pun mulai gelap, ia tak sanggup menopang tubuhnya lagi. Tak tahu tak terasa ketika gadis itu membuka matanya tiba tiba saja ia sudah berada di suatu ruangan. Belum terlihat jelas ruangan apa itu, tapi ia tahu pasti tadi dirinya tak sadarkan diri. Ada Seno di sampingnya, ia rasa sepertinya Seno lah yang membawanya kesini saat dia pingsan tadi.

Aah sialan, LEMAH!

Itu yang selalu ia ucapkan kepada dirinya sendiri. Gadis itu sangat tak terima dirinya selemah itu. Bahkan ia harus mengubur seluruh cita citanya. Gara gara penyakit ini ia harus rela menunda cita cita nya menjadi sang hafidzoh. Ia harus melepas seluruh kedudukanya di organisasi organisasi yang aktif ia ikuti. Hari harinya tak bisa ia jalani dengan bahagia. Apalagi ketika ia mengingat diagnosa pertamanya saat di pondok. Gadis itu tak berani menceritakan semuanya kepada bapa dan mamah. Tentu saja alasanya karena ia tak ingin membuat mereka cemas. Terlebih diagnosanya sangat mengerikan.

Pagi itu saat seluruh santri siap siap untuk pergi ke sekolah, gadis itu malah diam di anak tangga yang menghubungkannya ke lantai dua asrama. Ia melihat nanar ke arah tangan nya, ia bertanya tanya pada dirinya sendiri.

Apa ini darah?                       

Dari hidung?

Gadis itu kaget, pasalnya selama ini sedari dia SD sampai saat ini ia tak pernah merasakan mimisan. Ia sehat, ia kuat, bahkan kegiatan gadis itu di pondok sangatlah padat, istirahat nya pun minim hanya tiga jam per hari ia tidur. Selebih nya ia guanakan untuk mengkuti organisasi organisasi pondok, bahkan gadis itu mencari cari tambahan uang jajan sendiri dengan menjadi Kepala produksi.

Lalu apa ini?

Setelah itu ntahlah gelap, tak terasa apapun. Matanya mengerjap sedikit, melihat banyak santri di sekitarnya.

Ia ingin bertanya ada apa?

Tapi kepalanya terlalu pening untuk sekedar bersuara, bahkan matanya pun berat untuk terbuka.

  "Gimana keadaanya teh? " tanya salah seorang santri.

" Aku udah nggak apa apa ko cuma lemes dikit hehehe"

"Teh nanti sore ke dokter kata Bu nyai"

" Emm nggak usah ay, ini juga udah mendingan paling ntar malem juga bisa ikut ngaji lagi "

Ternyata perkiraan gadis itu salah, sudah satu Minggu gadis itu mengeluh pening, tapi tetap saja melakukan banyak kegiatan. Ia rasa kalau diam lama lama makin terasa sakit nya kan. Tapi telah seminggu juga ia terus menerus mimisan, lama lama dirinya khawatir juga dengan keadaannya. Akhirnya gadis itu memutuskan untuk pergi ke UGD pondok.

" Keluhanya apa aja nak? "

" Emm sebenernya sii nggak ada keluhan lain Bu cuma pusing terus kadang kadang mimisan "

" Tapi si sekitar badan Opi suka ada ruam padahal Opi nggak kebentur apapun Bu "

" Ada keluar darah dari gusi? "

Tanya dokter paruh baya itu, terlihat khawatir.

" Iyaa Bu setiap Opi sikat gigi suka berdarah "

" Astaghfirullah nak "

Dokter paruh baya itu memeluk hangat tubuh sang gadis yang ada di depannya. Tentu saja gadis itu bingung.

" Nak ibu kasih tau ini biar Opi makin hati hati ngejaga makanannya ya nak, tapi saran ibu Opi lakukan pemeriksaan lebih lanjut "

" Di lihat dari ciri cirinya nak Opi ini kayanya terkena AML (Leukemia mielositik akut) yaitu salah satu jenis kangker darah, nak tapi ini diagnosa ibu ya nak "

Deg ...

Apa ini ya Allah?

Pernah di suatu waktu teman yang entah dari mana tahu kalau gadis itu terkena AML mengeluarkan perkataan yang menyakiti hati.

" Pi kamu kena AML? " Tanyanya.

“Hemm nggak itu cuma diagnosa dokter "

" Kalo kata aku sii Pi kan AML itu kanker kan? "

" Iyaa terus ? "

" Kalo kanker itu tetep aja ujung ujungnya maaf ni ya meninggal "

" Kan semua orang juga pasti meninggal "

"  Tapi kan kalo sakit beda pii, kamu sakit nih ya percuma dong kamu sekolah tinggi punya cita cita tinggi kalo ujung ujungnya...mati "

Tak terasa air mata itu mengalir, perkataan itu biasa saja sebenarnya, tapi ntah lah di telinga gadis itu terasa sangat sangat menyakitkan.

Gadis itu tersenyum hambar, mengingat bagaimana awal kali ia merasakan semuanya.

Apakah kali ini AML itu benar benar ada?

Tapi bukan kah dulu dokter berkata tidak ada AML?

Ia takut jika kemungkinan itu akan terjadi.

Bagiamana kalau ia?

Itu artinya ia akan melewati menjalani hari hari nya dengan kemo?

gadis itu rasa mulutnya kelu air matanya terus mengalir, menyebab kan pipinya basah.

Batinya kembali menyalahkan dirinya sendiri, ia bodoh kenapa dia bisa selemah itu?

Padahal bapak nya saja sekuat itu.

Bapak bilang hati itu ibarat wadah dan masalah itu ibarat garam, ketika kita menaburkan sejumput garam di gelas ( hati yang sempit ) dan coba rasakan air nya, maka pasti rasanya asin sekali. Tapi coba kau taburkan sejumput garam itu pada danau ( hati yang luas ) niscaya garam nya tak akan terasa.

Kunci dari setiap cobaan yang di hadapi adalah ikhlas.

Pagi ini, bapak mengajak anak gadisnya itu ke rumah sakit untuk melakukan CT Scane, ia ingin memastikan apakah AML itu benar adanya atau hanya diagnosa yang keliru dulu. Semua berharap itu hanyalah sebuah kekeliruan. Prosedur CT Scane dilakukan, tahapan demi tahapan di jalankan. Kini selesai tinggal menunggu hasilnya. Tapi gadis itu tak memikirkannya ia ikhlas atas apa yang ia hadapi, ia ikhlas atas apapun takdir yang di berikan Allah. Dan hasilnya pun baik baik saja, meskipun tak hilang kemungkinannya. Tapi beda nya gadis itu lebih ikhas menerima semua itu. Tatkala ia meminta bunga yang indah nan wangi Allah malah memberi kaktus yang berduri, tatkala ia meminta kupu kupu yang indah Allah malah memberi ulat yang berbulu, tapi dengan kesabaran dan keikhlasan kaktus yang berduri itu mulai berbunga, ulat yang berbulu itu mulai menjadi kepompong dan menjadi kupu kupu, Allah tau apa yang kita butuhkan bukan apa yang kita inginkan. Kini gadis itu baru sadar apapun yang Allah titip kan padanya apapun itu, itu tanda Allah sedang berbicara dengannya. Bukankah selama ini dirinya sombong?

Menganggap bahwa ia tak akan bisa sakit?

Menganggap bahwa tubuhnya ini akan selamanya sehat dan memimpin segala macam organisasi?

Ia keliru!

Ini lah cara Allah menegurnya, kini gadis itu menjalani hari harinya dengan ikhlas apapun ketentuan Allah akan ia jalani insyaallah.


End.

......................................................................................................................

Menulis resensi cerpen Ku Temukan Ikhlas oleh Meta Nadiastika, Lisa Amelia dan Jerry Feriyanto

Judul : Ku Temukan Ikhlas 

Penerbit : -

Penulis : Novy Nunfathah

Tahun Terbit : 2024

Jumlah Halaman : 14 Halaman

Jenis Buku : Fiksi


KEKURANGAN CERPEN

1. Penulisan EYD masih kurang tepat, contoh pada kata "di Sertai" seharusnya digabung disertai karena di- menunjukan imbuhan bukan kata depan.

2. Penulisan tanda baca kurang tepat, seperti pada kata ulang seharusnya ditandai dengan "-"

4. Penulisan kalimat yang di dalam hati harus menggunakan teks miring

5. Banyak pengetikan yang masih salah, tidak diberikan spasi pada setiap kata.


KELEBIHAN CERPEN

1. Penggunaan judul yang tepat dan menarik

2. Cerita yang sangat menarik dan memotivasi kita


Tidak ada komentar:

Posting Komentar