Hai
semua, disini aku ingin menceritakan sedikit cerit. Tentang Kakak laki-laki ku
yang sangat mengagumi bulan. Kisah ini bermula pada saat umurku 15 tahun dan
Kakaku berumur 18 tahun. Di dalam keheningan malam yang gelap tanpa adanya
bulan, kala itu aku ingin menanyakan sesuatu tentang tugas sekola kepada Kakak
ku dikamarnya. Namun ketika aku ingin memasuki kamarnya aku melihat kakaku
sedang menatap sesuatu yang terhalang oleh jendela.
“Kak,
bantuin ak-“ Ucapanku yang terpotong karena terkejut melihat kakaku di dahinya
ada perban.
“Kaka
kenapa, ma-?” Aku terkejut namun lagi dan lagi ucapan ku harus terpotong oleh
suara kakakku.
“Shutt...
jangan bicara sama mama dan papa ya de”. Katanya sambil menutup mulutku, aku
hanya mengangguk kan kepala.
Malam
itu Kakak ku berbohong padaku, kalau dia baik-baik saja. Dia juga bilang itu
hanya luka biasa. Aku tidak tau apa yang harus ku lakukan saat itu, aku ingin
berbicara dengan mama dan papa tentang apa yang terjadi pada kakak, Namun kakak
tidak ingin aku menceritakan hal ini pada mereka mungkin takut jika kedua orang
tua kami mengkhawatirkannya. Beberapa hari setelah itu aku di telfon oleh salah
satu rumah sakit, dan itu tentang kakakku. Ternyata kakakku selama ini
berbohong padaku dan keluarga kami. Dia beralaskan bahwa dia sedang ingin
berlibur dan izin tidak berangkat ke sekolah, ternyata dia sedang dirawat di
rumah sakit.
Alasan
kenapa salah seorang perawat menelpon ku karena, kakaku selalu keluar rumah
sakit ketika malam hari padahal yang di takutkan oleh perawat itu adalah takut
karena dapat berdampak buruk pada kesehatan nya. Jadi dia menelponku untuk
menegur kakakku.
Line
Kakak
Kak?
Iya
dek
Dimana?
Lagi
di kost
Kakak,
jangan bohong bisa gak?
Maksudnya gimana dek?
Aku
udah tahu kok, kalau kakak dirawat di rumah sakit kan?
Kok kamu bisa tahu?
Nanti
aku ceritain kenapa aku bisa tahu, sekarang kakak kirim lokasinya ke aku ya?
aku ingin kesitu jenguk kakak. Tenang aja aku sendiri kok kak, nanti aku cari
alasan supaya diizinin gak berangkat sekolah dulu sama papa dan mama buat main
ke kost kakak. Oh iya aku juga nggak akan cerita apa pun ke Mereka.
Yaudah deh tapi janji hati-hati ya, kesininya
besok pagi aja jangan malem.
Sharelock
Iya
kak,
Aku
pergi besok, habis subuh berangkat kesana.
Jangan
keluar rumah sakit terus cuma buat lihat bulan kak, kakak lagi sakit jangan banyak
keluar malem nggak baik.
Iya adik ku sayang...
Kaka
masuk kedalam nih.
Selamat
tidur cantiknya Kakak, mimpi indah ya.
Sampai
jumpa besok.
Kakak
juga selamat tidur...
~ ~
Setelah
berkomunikasi dengan kakaku lewat line tadi, aku langsung meminta izin pada
mama dan papa dan syukurlah aku diizinkan oleh mereka. Walau butuh waktu cukup
lama untuk merayu mereka satu persatu, ya karena mereka selalu bertengkar jadi
sulit untuk tenang didalam rumah dan meminta izin, karena itu kakak lebih
memilih ngekost di dekat kampusnya daripada harus di rumah tambah jaraknya lumayan jauh dan berada di rumah
dengan suasana yang kurang damai. Walau begitu Kakak dan aku selalu berkabar
dan bersama walau berpisah jarak.
Pagi
pun tiba, tepat pada pukul 04.30 WIB aku bangun lalu bersiap mandi dan
membereskan beberapa barang yang perlu dibawa. Pukul 05.00 WIB aku sedang di
perjalanan menuju lokasi yang di berikan oleh kakak pada ku malam tadi. Sebelum
sampai disana aku memberitahu kakakku dulu bahwa aku sedang dalam perjalanan.
Pada
akhirnya aku sampai dirumah sakit tempat kakakku dirawat, tapi sebelum kesana
aku mencari kost yang dekat dengan rumah sakit itu. Selang beberapa waktu aku
dapat menemukan kost yang dekat dan juga tidak terlalu mahal tapi bagus dan
segera menyewa nya serta membereskan beberapa barangku dan langsung menuju
rumah sakit. Kenapa aku tidak ke kost kakak saja karenas jarakny sangat jauh
dari rumah sakit. Sebelum mencapai ruangan kakak, aku penasaran akan penyakit
apa yang diderita kakaku karena itu aku pun memberanikan diri untuk menemui
dokter yang menangani kakakku.
“Permisi
dok...” Ucapku sembari mengetuk ruangan dokter itu.
“Ya?
Silahkan masuk.” Jawab dokter.
“Ada
apa?” Tanya dokter
“Aku
ingin menanyakan pasien yang berada di kamar 201 dok, apa penyakitnya parah?”
Tanyaku dengan perasaan sedikit gemetar karena takut terjadi apa-apa terhadap
kakakku.
“Oh,
kamu adiknya ya?” Tanya dokter itu
“Kenapa
baru datang kesini? Apa kau tidak peduli pada kakakmu?” Lanjutnya sinis padaku.
“Kami juga pihak rumah sakit sangat sulit menghubungi keluarga pasien, baru nomormu
saja yang kami hubungi lalu diangkat sedangkan nomor kedua orang tuamu tak
pernah merespon” terang dokter lagi.
“Iya
aku baru datang dok. Bukan karena tidak perduli tapi aku baru tahu jika kakakku
dirawat ketika ada suster rumah sakit ini yang menghubungikku malam kemarin”.
Jelasku.
“Mungkin
kakakmu yang menyembunyikan hal ini padamu ya? Kalau begitu maaf kan saya yang
berburuk sangka padamu”. Jawab dokter itu sedikit tak enak hati.
“Kakak
mu punya penyakit yang bisa dikatakan tidak main-main, leukimia yang sudah
cukup lama dan cukup parah.” Tegas dokter itu.
“Apa?!
Leukimia?!” Aku terkaget.
“Tapi
dok, bukan kah leukimia masih bisa disembuhkan?” Tanyaku lagi.
“Memang
bisa, namun ketika kami ingin mengobati kakakmu dia selalu menolak melakukannya.
Dia tidak mau menambah biaya karena uang tabungannya sudah habis”. Jelas dokter
itu padaku lagi.
“Dok,
tolong sembuhkan kakakku. Aku yang akan berusaha dan bekerja untuk mendapat
uang dan membayar semua tagihan rumah sakit ini”. Kataku memohon.
“Baik,
saya akan berusaha semaksimal yang saya bisa”. Katanya.
Setelah
aku selesai berbicara dengan dokter itu, aku segera menuju kamar kakaku. Disana
dia sedang berbaring istirahat. Disitu aku duduk di kursi yang ada tepat disebelahnya.
“Kak,
maaf belum bisa menjadi adik yang bisa membuatmu bahagia” Ucapku sambil
memegang tangan kakaku.
“Apa
yang kamu katakan?” Sargah kakakku sambil tersenyum
“Kamu
bahkan sudah menjadi adik yang sempurna bagi Kakak”. Ucap kakak padaku
“Kakak.....” Panggilku yang tanpa sadar membuat air mata ku jatuh. “Aku ingin kakak
cepat sembuh”. Kataku yang menangis sesenggukan sambil didekap pelukan hangat
oleh kakak u.
“Maafin
kakak ya de, udah bohongin kamu tentang ini. Udah nyusahin kamu, mama sama papa
juga. Kakak emang gak berguna, kakak ini nggak pantes jadi kakak kamu”. Ucapnya
sendu. “Kakak penyakitan de, apa pantes kakak jadi kakak kamu?” Lanjutnya
sampai tak sadar bahwa dia juga meneteskan air mata dan terus memelukku.
“Apa
yang Kakak katakan?! Aku benci kakak jika Kakak mengatakan hal itu lagi padaku”
Kataku sambil mendongak menatap wajah Kaka ku"
“Cup...
cup... udah nangisnya ya, kakak gak bisa janji tapi kakak bakal berusaha sekuat
kakak supaya bisa sembuh ya?” Jawabnya
“Demi
kamu”. Lanjutnya kemudian.
Perbincangan
hangat itu membuatku lupa untuk meminta izin pada kakak, bahwa aku ingin
mencari pekerjaan. Tapi ketika aku meminta izin padanya, pasti dia juga mungkin
tidak mengizinkanku karena dia tidak mau aku terlalu capek. Karena dia selalu
memperhatikan kondisiku dari pada kondisinya sejak kecil.
Esok
hari tiba aku terus mencari pekerjaan dan syukurlah aku mendapatkannya walau
upahnya belum cukup banyak tapi aku dapat menabung supaya bisa membuat kakak
sembuh. Aku terus bekerja sampai mama dan papa khawatir padaku dan kakak karena
sudah beberapa bulan kami sudah tidak menghubungi mereka lagi, dan mereka pun mecari
ku sampai sampai menelponku berkali-kali. Namun aku tidak pernah menjawabnya,
bukan karena aku membenci mereka hanya saja aku harus terus bekerja kalau tidak
bagaimana kakak bisa sembuh.
Beberapa
bulan kemudian...
Dokter
itu menghubungiku,dan mengatakan bahwa kakakku dalam keadaan kritis dan aku
disuruh kesana. Aku pun bergegas tanpa memedulikan pekerjaanku. Aku terus
berlari sambil meneteskan air mata, aku terlalu takut kehilangan sosok itu dan
sesampainya aku disana kakak terus berjuang supaya bisa tersenyum manis
dihadapanku, namun dia telah selesai dalam tugasnya dan menyerah untuk terus
berjuang. Kini pengagum bulan itu telah tiada.
Aku pun tidak tahu harus bagaimana dengan ini.
Aku senang, sedih, kesal, marah, juga benci. Namun, jika ini memang sudah
kehendak Tuhan maka apa yang harus kita lakukan. Aku juga senang karena kakak
tak merasakan sakit lagi, sekaligus sedih karena aku kehilangan sosok kakak
dihidupku. Aku selalu berpikir bahwa jika kakak tiada mungkin juga rasa
sakitnya hilang, jadi dia tidak menahannya terus hanya demi aku.
Namun,
aku juga sedih karena kehilangan sosok yang paling mengerti aku yang bahkan
tidak diketahui oleh orangtuaku. Sesaat setelah itu aku pun berusaha menguatkan
hatiku dan menelpon kedua orang tua kami, dan mereka pun terkejut dan menyesal
karena tidak bisa mngerti apa yang dirasakan dan apa yang dialami oleh
anak-anaknya. Mereka pun langsung bergegas menuju kerumah sakit. Aku yang kala itu
diluar masuk keruangan itu dengan perasaan campur aduk yang tak bisa
kukendalikan.
“Kak,
Maaf karena sudah terus memaksamu menahannya sendiri, sekarang kamu sudah tidak
menahan rasa sakit lagi kan. Aku ikhlas kak dan selamat tidur pemilik sinar
rembulan.” Ucapanku yang tidak bisa menahan air mataku yang terus berjatuhan.
Hingga
beberapa saat....
Kedua
orang tua kami datang, dan segera meminta maaf pada ku dan Kakak ku serta
membereskan semuanya. Selang beberapa waktu setelah kepergian kakak kedua orangtuaku
selalu memperhatikan ku dan aku bahkan jarang melihat mereka bertengkar lagi,
dan kini mereka juga selalu ada untukku.
“Kak,
jangan khawatir dan mencemaskanku lagi ya, disini mama dan papa sudah tidak bertengkar
dan selalu ada untukku”. Kataku dalam hati.
“Semoga
tenang disana kak, makasih sudah pernah mau berjuang buat sembuh walau pada
akhirnya kamu juga disuruh menyerah oleh keadaan. Selamat jalan sangat pengagum
Bulan”.
Selesai.
Ditulis oleh,
Az Zahra Putri Nawa Al Hafis