"Tenang aja Opi, saya kesini Cuma mau
ganti infusnya, kan udah mau habis" jelasnya.
"Tadinya sengaja pas Opi tidur biar nggak
kerasa sakitnya"
"Tapi malah bangun"
"Hehehe nggak apa apa ko dok kalo ganti
doang mah kan nggak sakit, kecuali kaya kemaren sekalian masukin obat
juga" bibirnya yang sengaja dimajukan sebagai tanda kesal, mengingat
kejadian kemarin.
Kemarin dokter menyuntikkan obat dibagian selang
infus karena gadis ini selalu memuntahkan setiap obat yang masuk. Maka tak ada cara
lain selain menyuntikkannya diselang infus. Sempat ragu dan menolak memang pada
awalnya. Karena yang sang gadis dengar dari
teman temannya kalo obat dimasukkan kedalam selang infus rasanya akan sangat perih.
Hingga akhirnya bujuk rayu sang dokter mampu meyakinkannya. Dan ternyata pada saat
disuntikkan memang benar rasanya sangat perih. Ingin sekali sebenarnya menangis
dan mengatakan umpatan tak sopan dibenak gadis itu. Tapi apalahdaya, ini semua juga
demi kebaikannya kan.
"Opi hari ini ada agenda apa nih?"
Tanya dokter dengan santai sambil mengganti botol infus yang habis.
"Mmm nggak dok, paling mau liat Netflix aja
lanjutin nonton Interstellar"
"Cobain deh Opi jalan ketaman, siapa tau bisa
dapet temen baru kan?"
Saran dari dokter bener juga, lima hari di ruangan
ini sepertinya membuat gadis itu semakin merasa sakit. Lagian nggak ada salahnya kan kalo
jalan jalan sebentar.
"Selesai"
Ucap dokter sedikit mengagetkan gadis di sebelahnya,
yang ternyata sedari tadi sedang melamun.
"Saya tinggal ya Opi"
"Eh iya dok, terimakasih"
Gadis itu masih memperhatikan punggung laki laki
dengan kisaran usia 25 tahun. Terlihat rapih dengan setelan celana jeans berwarna hitam dan
jas dokter berwarna putih, tak lupa dengan stetoskop yang menggantung di lehernya.
Lebih cocok jadi opa opa Korea gasii di banding
dokter?!.
Ditambah lagi potongan Two Block Hair cutnya, juga
di dukung dengan kulitnya yang putih dan matanya yang sipit. Entahlah kata kata itu tiba - tiba terbersit di
fikiranya.
"Dokk..."
Panggilan sang gadis yang sedikit berteriak itu
mampu menghentikan Langkah dokter muda tadi, yang sudah hampir diambang pintu. Ia berhenti kemudian
berbalik badan, tersenyum dan membuka suara.
"Iyaa...AdaapaOpi?"
Dengan nada yang sedikit menuntut untuk segera
di jawab kembali.
"Pagii dok"
Dokter muda itu sedikit tak faham dengan apa yang
gadis ini katakan. Tergambar jelas dengan bagaimana ekspresinya yang kebingungan.
"Ha?Maksudnyagimana?"
"Kan tadi dokter bilang pagii Opi, tapi Opi
belum sempet jawab hehehe"
Cengiran ala gadis pemilik nama Opi itu berhasil
menarik Kembali sudut bibir sang dokter.
Senyumanya yang selalu meyakinkan akan keadaan yang sedang baik baik saja itu lolos
dengan candaan tak jelas yang khas milik Opi. Laki - laki bergelar dokter itu pun
melanjutkan langkahnya. Tapi Kembali gadis
pasien nya ini memanggil.
"Dok..."
"Iya Opi, ada apaa?"
Nadanya yang tulus.
"Opi bisa sembuh kan?"
Pertanyaan polos yang memang seharusnya tak usah
di tanyakan. Tapi gadis ini hanya ingin meyakinkan
dirinya sendiri bahwa ini tak seperti apa yang ia fikirkan. Bahwa ia masih bisa menggapai seluruh
cita - citanya. Bahwa ia masih bisa melakukan banyak hal yang ia suka. Tanpa ada rasa sakit,
tanpa ada rasa sesak yang mengganggu.
Hening...
Hanya senyuman yang nampak, bukan jawaban. Sepersekian
detik dokter muda itu berbalik dan pergi
meninggalkan ruangan.
Senyuman itu...apaartinya?
Kenapa?
Ini semua
akan berakhir kan?
Gadis itu menerka nerka pikiranya sendiri. Mencoba
mengartikan arti senyuman yang tadi dilihatnya. Tentu itu bukan senyuman bahagia.
Melainkan senyuman yang hambar, entah ia atau tidak artinya. Tak sengaja sebulir
air mata jatuh dari mata gadis yang terduduk
lemah di atas ranjang kamar rawat inap no 4A kelas Eksekutif.
Bukankah baru kemarin dirinya mengatakan ia akan
baik - baik saja?
Pelan pelan
pintu terbuka. Seorang laki – laki paruh baya mengucapkan salam. Yang kemudian di
jawab oleh gadis itu. Yaa itu bapak, cinta pertama gadis itu dan pahalawan yang
tak tercatat dalam sejarah. Sial, ternyata sebelum gadis itu mengusap air mata,
bapak lebih dahulu melihatnya menetes bebas. Pelan tapi pasti bapak mendekat, mengelus
dengan lembut pucuk kepala puteri kecilnya
yang kini telah menjadi gadis cantik. Gadis itu terus membangun pertahanannya supaya tak menetes lagi dan akan membuat bapak
juga merasa sedih.
"Anak bapaa...kuat ko" suara nya terdengar
bergetar.
Itu tanda bahwa ia sedang merasa sangat hancur.
Pertahanan yang sedari tadi dibangun oleh gadis itu runtuh sudah. Air matanya terjun bebas,
menagis di pelukan laki – laki yang sudah ia anggap malaikat itu.
"Husss nggak boleh nangis ... mana ada gadis
bapa nangis"
Hiburnya di sertai tawa yang tercampur isak.
"Ih ini mah bukan gadis bapak yaa ini mah
siapa nggak tau soalnya gadis bapak mah nggak pernah nagis"
"Kamu liat gadis bapak nggak?"
Tanyanya pura - pura, sebisa mungkin menghibur
meski tak kunjung terbit senyum di wajah puterinya.
"Dia bilang kalo sudah sembuh ingin
Kembali lagi ke pondok, di anter bapak tapi, nggak mau naik angkot soalnya jauh..."
"Kemana ya dia, bukan kah baru kemarin dirinya
membuat janji Latihan Pagar Nusa setelah sembuh?
Lalu dimana
gadis itu Yaa?"
"Gadis yang tak pernah menetes kan air matanya
meski di hantam banyak ujian?"
"Gadis yang selalu bilang aku nggak mau kalah?"
"Dimana ya?"
"Kalo kamu ketemu bilangin yaa bapak nyariin
gitu, udah lima hari belum pulang soalnya"
"Udah yu Kaka makan dulu, nanti kalo hari
ini lebih baik, besok Kaka udah boleh pulang"
*****
"Makasih dok"
Suara gadis itu pagi ini terdengar begitu riang,
melambaikan tangan ke arah sang dokter. Yaa hari ini gadis itu pulang. Padahal rencananya kalua
masih disini ia akan pergi ke taman.
"Jangan ke sini lagi ya Opi"
Lambaian balik dari dokter muda itu, tentu saja
sambil tersenyum manis. Hari – hari gadis itu jalani dengan berolahraga dan rutin minum obat. Keinginannya
sembuh selalu terngiang dalam benak nya.
Ia tak tahu bahwa Allah telah menyiapkan kejutan yang lebih besar setelah ini. Kini
tiba saat nya ia harus Kembali ke pondok
karena akan di laksanakan nya ujian akhir di kelas x. Tapi tiba – tiba kepala nya pening. Sesak di setiap
nafas yang begitu menyiksa tak tertahankan. Rasa pahit menjalar dari tenggorokan hingga ke
mulutnya.
Ada apa ini?
Tak ada yang bisa gadis itu lakukan ia hanya terisak
pelan di dalam kamar mandi, perlahan darah mulai menetes dari hidungnya, tak deras memang,
satu jam sudah dirinya di dalam kamar mandi.
Gadis itu bersyukur tidak ada siapun di rumahnya, Karena kedua orang tua nya adalah pekerja. Sebenar nya tadi pagi mamah khawatir
padanya, menawarkan apakah mamah tidak usah masuk kerja?
Tapi gadis itu menolak, ia meyakinkan bahwa ia
baik – baik saja. Sejujurnya, ia tak suka di kasihani. Ia juga tak suka di anggap lemah. Matahari mulai
turun, kini Cahaya orange membentang indah di atas langit. Dan di bawah langit, di halaman
belakang rumah sederhana. Ada seorang gadis yang sedang duduk berhadapan dengan bapaknya. Dengan
ragu gadis itu membuka suara. Mengatakan
apa yang ia alami barusan. Tapi ada satu hal yang selalu ia sembunyikan, yaitu tentang dirinya yang selalu mengeluarkan darah
dari hidung. Ada perasaan bersalah karena berbohong, tapi gadis itu berfikir. Ia akan lebih
merasa bersalah jika membuat kedua orang yang ia cintai khawatir.
"Kaka sore ini kedokter Iin yaa, kita cek
lagi" katanya.
"Sekalian kita Konsultasi Kaka bisa ikut ujian
dipondok atau daring saja dari rumah"
Gadis itu menjawab dengan yakin.
"Kaka mau ikut ujian dipondok aja pa"
"Kita lihat nanti ya kaa, kita ikut saran
dokter"
Diskusi itu berhenti karena azan Maghrib berkumandang.
Setelah Maghrib gadis itu diantar sang mamah pergi menemui dokter Iin. Ia menceritakan
keluhanya.
"Ibu Opi ini udah masuk fase Gerd, sebuah
penyakit pencernaan yang mana asam lambung atau empedu mengiritasi lapisan dalam
saluran makanan. Ini adalah penyakit kronis yang terjadi saat asam lambung atau
empedu mengalir kesaluran makanan dan mengiritasi dinding dalamnya.Refluks asam
dan heart burn (Asam Lambung Naik) lebih dari dua kali seminggu dapat
mengindikasikan GERD. Di tandai dengan rasa pahit yang naik sampai ketenggorokan,mohon
maaf ibu Opi juga mengalami pendarahan dilambung di tandai dengan vesesnya yang
berwarna hitam"
"Kalo sampai pada fase tukak ibu, kita harus
melakukan tindak lanjut yaitu operasi dan harus di rawat di rumah sakit kelas B
,kabar buruknya di indramayu nggak ada buu"
Jelas dokter Iin Panjang lebar.
Kalian ingin bertanya rasanya sepertiapa?
Entahlah tak bisa digambarkan.
Jika hanya Gerd itu sudah tahu, tapi apalagi ini
pendarahan?
Dilambung?
Ya tuhan....
Di perjalanan pulang hanya hening, tak ada yang
memulai berbicara entah mamah ataupun gadis itu. Masih tak percaya dengan apa yang
didengarnya barusan. Setelah sampai di rumah, mamah menceritakan semuanya kepada
bapak. Gelapnya malam mulai menyelimuti bumi, tapi tetap bercahaya dengan pancaran
sinar bulan. Meskipun terang tapi tak seterang keadaan hati gadis yang sedang terisak
pelan didalam kamarnya.
Ia sedang bertanya kepada tuhan, mengapa?
Mengapa
harus dirinya?
Dari sekian banyak manusia dimuka bumi ini mengapadia?
Semua pertanyaan itu terus saja terngiang di benaknya
hingga ia benar – benar terlelap. Seperti ga malam, tepatnya jam 03.00 gadis itu terbangun. Ia sudah merencanakan
semuanya tadi sore. Malam ini ia ingin mengadu kepada yang pencipta langit dan bumi.
Di sujud terakhirnya dalam dua rakat yang ia dirikan, ia terisak kembali, mengadukan
rasa sakit yang ia rasa. Meminta suapaya semuanya cepat berakhir. Dan ia bisa
Kembali lagi kepondok.
"Ya Allah aku ini hambamu ya Allah bahkan
bukan kah aku adalah hamba yang taat kepadamu selamaini?
Aku selalu menjalankan perintahmu, bahkan aku rela
jauh dari keluarga kuterpisah kota hanya bercita – cita ingin menjadi pejuang agamamu
ya Allah.."
Gadis itu
mengadu buliran air matanya jatuh takter bendung.
"Tapi mengapa kau menitipkan sakit ini ya
Allah, sungguh hamba mu tak mampu...aku tidak Ikhlas menerima aku lemah ya Allah
aku tidak Ikhlas menerima bahwa aku adalah orang yang sakit ya Allah, aku tak
Ikhlas atast akdir mu ya Allah"
Ia mulai
mengatakan tentang tak terimanya dia menerima semua ini. Selesai sudah aduanya,
kini pagi mulai menjelma,matahari mulai naik kembali.
"Ka hari ini bapak sudah ada janji dengan
dokter Adi"
"Ayo Kaka siap - siap"
"Ia pak"
kali ini tanpa protes,karena gadis itu mulai
mengerti apapun yang dilakukan kedua orangtua nya itu demi kebaikan nya. Tanpa gadis
itu sadari hari ini Allah menyiapkan kejutan yang lebih dashyat dari kemarin.
"Bu Opi ini ada kelainan jantungkah?’’
Tersentak dengan pertanyaan dokter Adi,mamah bingung
menanggapinya. Karena selama ini anak gadis nya ini sehat – sehat saja. Bahkan ia
aktif dalam berbagai bidang.
"Nggak dok,emang kenapa ya?"
"Tarikan nafas Opi ini berat ibu,detak jantungnya
pun melemah"
"Kalo saran saya ibu coba lakukan EKG"
"Elektrokardiografi sendiri adalah proses
menghasilkan elektrokardiografi bu, atau rekaman aktivitas listrik jantung melalui
siklusi jantung yang berulang"
"Saya khawatir ada Penyumbat anjantung Bu,
mengingat gejala opi ini kan nyeri dada, mudah lelah, sesak napas"
"Meskipun memang jarang sekali terjadi pada
anak usia Opi tapi kita tetap perlu waspada"
"Saya menyarankan EKG ini hanya untuk meyakinkan
Bu, bahwa gejala nyeri dada, mudah lelah, sesak nafas dan lain lain ini datangnya
dari lambung bukan dari jantung"
Ucapnya meyakinkan keluarga gadis itu,
yang sudah terlihat sangat cemas. Mendengar perktaan dokter Adi, keesokan harinya
bapak langsung mengajakgadis itu pergi ke RS terdekat untuk melakukan
Ekektrokardiografi. Sampai disuatu ruangan yang lengkap dengan alat – alat Ekektrokardiografi,
disambut oleh seorang dokter yang masih terlihat cantik meski bisa ditebak umurnya
sudah tak muda lagi. Dokter itu ramah sekali, mempersilahkan sangga disuntuk berbaring
dan mempersilahkan bapak dan mamah untuk menunggu diluar ruangan. Satu persatu kabel
Ekektrokardiografi dipasang. Gadis itu hanya menatap langit – langit yang berwarna
dominan putih. Ia sedang mengingat bagaimana dulu dirinya aktif diberbagai organisasi,
bangga sejenak tapi ia sadar kembali kini ia tak lebih dari seorang gadis lemah
yang hari harinya selalu bersama dengan obat, Bahkan hari ini diagnosa baru
hadir lagi.
Selemah itukah dirinya?
Pemeriksaan itu selesai. Dengan ucapan syukur
yang mendalam terus di panjatkan oleh bapak dan mamah. Karena hasil nya semua
nya baik baik saja. Jantung gadis itu pun sehat, tak ada yang salah. Tapi
iramanya memang sangat lambat, tak perlu khawatir itu karena memang jantung
gadis itu lemah sebab di lahirkan saat usia kandungan mamah nya delapan bulan. Entah
bagaimana gadis itu ingun cepat cepat keluar ke dunia yang sama sekali tak
menyenangkan ini. Padahal ia hanya menunggu sekitar kurang dari satu bulanan
lagi kan.
Memang bayi yang aneh.
" Berarti kalo kita lihat dari hasil EKG
Opi, ini semua penyebab nya ada pada lambung pak " tutur dokter amshori.
Lagi lagi ucapan syukur yang terucap dari
bibir kedua orang tua gadis itu. Senyuman indah pun terukir di wajah sang gadis
yang selama beberapa hari ini murung karena memikirkan hal yang tak pasti.
Seminggu kemudian ia pun selesai mengerjakan
tugas tugas ujian yang kemarin di antarkan oleh gurunya karena ia tak bisa
mengikuti ujian di pondok. Sejujurnya selama mengikuti ujian di rumah banyak
sekali kesempatan untuk gadis itu berbuat curang, untuk sekedar mengintip
google bukan perkara yang sulit karena ia tak di damping siapapun.
Tapi
gadis itu selalu mengingat prinsip hidup yang di ajarkan bapak kepadanya, yaitu
kejujuran adalah sebuah kehormatan. Ketika kejujuran adalah sebuah kehormatan
mka besaran nilai bukan suatu ukuran, melainkan hanya angka yang membuat lupa
bahwa Allah adalah sang maha melihat dimanapun keberadaan hambanya.
Selama hamper dua bulan di rumah
akhirnya dengan berat hati bapak mengeluarkan gadis itu dari pondok, dengan
alas an ingin lebih menjaga putrinya. Ia tak ingin hal serupa terulang Kembali.
Sekaligus memperbaiki lambung yang sudah rusak. Awalnya gadis itu menolak,
karena targetnya tahun ini ia akan melaksanakan tahap bilghoib ( hafalan al
quran ) setelah mentelesaikan binnadzor ( seaman al qur an 30 juz ) yang ia
lalui selama tiga tahun. Tahun ini adalah tahun yang ia tunggu tunggu. Sebab
layaknya kebanyakan santri ia pun juga ingin meraih kemuliaan di akhirat dengan
memakaikan mahkota kepada kedua orang tuanya karena sang anak adalah hafidzhoh.
Belum lagi ia akan meninggalkan jabatanya sebagai ketua keamanan pondok, juga
sebagai kepala produksi dapur santri.
Ia keluar pondok itu artinya ia tak akan
mengikuti pagar nusa lagi, ia tak akan menjadi ketua OSIS pondok putri lagi dan
yang paling menyedihkan ia tak akan bertemu seseorang yang ia kagumi dalam diam
lagi. Namun ia harus percaya di balik ini semua Allah simpan hikmah yang begitu
luar biasa.
Satu Minggu kemudia bapak berbicara kepada
gadis itu bahwa ia akan melanjutkan sekolah nya lagi di salah satu sekolah
swasta. Sekolah yang tak begitu jauh juga tak begitu dekat dari rumah nya.
" Sebentar pak, katanya bapak mindahin
Kaka dari pondok karena bapak pengen ngawasin Kaka di masa pemulihan? "
Koreksi gadis itu setelah mendengar rencana
bapak nya.
" Tapi ko Kaka malah di suruh tinggal
bareng om? "
" Ka bapak ini percaya Kaka kuat, Kaka
belajar jangan cengeng oke, Kaka belajar anggep diri Kaka baik baik aja"
“ Bapa titipin Kaka ke om karena di sana ada
pondok lagi, kan Kaka sendiri yang bilang kalo Kaka kesepian dia rumah "
" Juga kan Kaka punya ilmu nak, tolong di
salurkan di sebar luaskan karena ilmu yang barokah itu ilmu yang bermanfaat
bagi orang banyak "
" Inget ka خَيْرُ الناسِ أَنْفَعُهُمْ
لِلنَّاسِ ( sebaik baik manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain "
Sebenarnya bapak pun khawatir dengan keputusan
ini, tapi ini cara bapak untuk membuat putrinya menjadi pribadi yang
kuat. Benar kata bapak berada di lingkungan pesantren membuat gadis itu lebih
tenang lebih merasa bahwa nyaman dan selalu gembira. Seharusnya gadis itu ke
tempat om seminggu lagi, tapi ia sudah tak sabar ingin cepat cepat ke sana. Ia
suka hal baru yang belum pernah ia coba, ia juga suka orang baru. Maka di hari
ini bapak mengantarkan nya ke tempat om Sobirin.
" Ka kalo sakit langsung cepet hubungi
bapak atau mamah ya, jangan lupa makan tepat waktu, obat nya ada di sini, kalo
obatnya habis langsung bilang oke, terus tidur nya yang teratur jangan
begadang, jaga jajan jangan sembarangan, makan pedesnya di forsir dulu, satu
lagi jangan terlalu cape "
Panjang lebar mamah menjelaskan aturan aturan
yang gadis itu suka langgar.
" Iyaa mah jangan khawatir di sini juga
ada om ko" Jawab gadis itu mencoba meyakinkan.
Hari hari nya berjalan baik baik saja, ia
lalui dengan riang gembira. Hingga tiba saat nya ia pertama kali masuk sekolah,
yaa ini adalah sekolah baru nya. Disini ia benar benar tak mengenal siapapun,
meskipun sudah biasa bertemu dengan banyak orang baru tapi entahlah kali ini ia
benar benar gugup menghadapi hari pertama nya.
" Mbaa ayo kita berangkat " teriak
Danis dari luar asrama.
Oh iya lupa, Danis ini adalah teman baru gadis
itu, tapi sayang mereka tak satu kelas.
" Iya nis bentar " jawab gadis itu.
Ia menali dengan hati hati tali sepatunya, di
sepanjang perjalanan menuju sekolah baru nya gadis itu hanya diam.Diam
memikirkan bagaimana kalo nanti ia tak bisa menyesuaikan dengan teman temanya?
Mengingat ia kan dulu adalah santri yang
sangat tertutup dari dunia luar. Bagaimana kalo ia tak fasih dalam menggunakan
bahasa Jawa?
Bagaimana kalo nanti teman teman nya tak
mengerti dengan bahasanya?
Ia memang asli Jawa namun ntahlah ia lupa lupa
ingat dengat bahasanya, karena sedari kecil ia tak menetap di Indramayu.
" Heh mba ko ngelamun sii? "
" E-eeh iya nih ng-nggak tau hehehe"
" Ini kita udah sampe loh mba "
" Ooh ini yaa sekolah nya "
" Lah bukanya mba udah pernah survey ke
sini? "
Lupa lupa inget nis hehehe"
Terlihat tulisan BBM yang terpampang megah di
depan sekolah itu. Iyaa ini adalah sekolah baru nya SMK Bangun Bangsa Mandiri.
" Balik lagi yu nis"
Ada apa ini?
Seorang Novy Nunfathah gugup??
" Ya kali mbaa kan kita udah sampe, udah
ayoo aja nggak apa apa"
Dengan sedikit menarik narik tangan gadis itu
Danis memaksanya masuk. Ia mencari di mana kelas nya ia bertanya kepada seorang
siswa laki laki. Kemudian laki laki itu menunjukan sebuah ruangan yang tak jauh
dari tempat sang gadis berdiri. Ia berjalan menghampiri ruangan tersebut, sebelum
ia masuk ia melihat sudah ada beberapa siswa di dalam nya, membuat nya semakin
gugup. Gadis itu mengembuskan nafas kasar kemudian mencengkeram erat tas yang
ia kenakan dan melangkah maju memasuki ruangan itu.
"Assalamualaikum" sapanya.
Pasti di jawab " waalaikumsalam "
Ia bisa melihat tatapan aneh dari teman teman
baru nya Yang belum resmi itu. Tak butuh
waktu lama bagi seorang Novy Nunfathah memiliki teman. Bahkan dulu ketika ia
nyasar di Cirebon pun, ketika ziaroh ia sampai di anggap anak oleh salah
seorang keluarga di Cirebon karena keahlianya memutar balik kondisi dan cakap
dalam berkomunikasi membuat setiap orang yang berbicara dengan nya merasa
sefrekuensi. Sial, pada hari pertama masuk agendanya adalah jalan santai.
Apa?
Jalan santai?
Gadis itu tak yakin ia akan kuat berjalan
jauh, jangankan jauh dari pondok ke sekolah yang jarak nyaa dekat pun ia
kualahan.
Bagaimana ini?
Batinya.
Gadis itu bertanya kepada Revilia teman barunya.
" Vii ini jauh nggak? "
" Nggak ko pii deket "
Tuhan sekali saja ku mohon, ini hari pertama
ku. Gadis itu cemas bukan main, ia tak ingin merepotkan siapapun!
Kini kakinya mulai melangkah mengkuti rute
perjalanan yang telah di beritahukan, satu menit dua menit ia masih merasa baik
baik saja, bahkan sekarang gadis itu masih mengobrol ria dengan Revi. Tiga
menit perjalanan, sekarang baru sesak yang berangsur angsur terasa. Keringat
pun mulai berjatuhan, bahkan Revi yang tadi ada di sampingnya pun kini telah
mendahului nya, karena gadis itu berjalan sangat pelan. Tapi sebisa mungkin ia
tak tertinggal dari golongan baris putri. Kini tinggal sedikit lagi rute yang
ia jalani hingga sampai ke sekolah, namun ntahlah rasanya sudah tak kuat, batin
gadis itu.
Sesampainya di sekolah ia mendudukkan dirinya
diantara deretan bangku bangku. Jujur ia ingin sekali meminum sesuatu yang bisa
menyegarkan tenggorokannya. Tapi ia tak mungkin berbicara kepada siapapun,
untuk bernafas saja dirinya kesusahan. Pandangannya mulai kabur, buram kemudian
membiru.
Ia cemas apa yang kemudian akan terjadi?
Dirinya akan pingsan?
Oh tidak jangan di sini tuhan.
Air matanya metes, irama jantungnya pun tak
karuan tanganya mulai gemetar di susul keringat dingin yang terus bercucuran. Ia
mencoba memejamkan matanya, gelap memang tapi ini lebih menenangkan.
Lima menit berlalu. Berangsur angsur gemetar
itu menghilang, irama jantungnya kembali normal, tapi rasa sesaknya tak bisa di
kendalikan. Beberapakali gadis itu di ajak berbicara oleh teman barunya tapi ia
tak menjawab, terkadang ia jawab sedikit. Bukan karena ia tak ingin tapi karena
ia tak bisa mengatur nafas nya. Sebenarnya di lubuk hati yang paling dalam, di
hari pertamanya ini ia ingin berkenalan lebih dalaam dengan teman teman barunya
ingin lebih akrab. Dan memang sudah tidak aneh lagi seorang Novy Nunfathah itu
SKSD (sok kenal sok dekat). Tapi semua rencana itu hancur saat rasa sesak yang
menyebalkan itu datang lagi.
Hari ke dua gadis itu di SMK baru nya, tak
berjalan lancar. Bahkan kali ini ia baru saja memulai satu pelajaran. Tapi rasa
sesak sialan itu tiba tiba datang tanpa di undang, menggangu semua kegiatan
yang akan gadis itu lakukan. Kali ini iaa benar benar tak ingin merepotkan
siapapun juga tapi ntah lah di tengah jalan, ia ingin ke dalam kelas kembali
dengan Revi setelah dari kamar mandi, rasa sesaknya semakin menyiksa bahkan
kali ini disertai dengan darah yang perlahan keluar dari hidungnya.
Tuhan...tolong.
Kepalanya mulai pening, tapi gadis itu tak
ingin siapun tahu.
Ia segera mengusap darah nya, bahkan ketika
dirinya di hampiri pak Fuad pun ia tak berani menatap nya ia takut darah itu
keluar lagi, ia hanya menunduk sambil meneteskan air mata, juga mendengarkan
nasehat dari pa Fuad.
Sekarang ini ia benci dirinya, benci!
Dirinya lemah!
Diantaranya pulang ke asrama pondok tempat om
ia hanya terdiam terus mengusap darah itu.
Sial tak berhenti berhenti!
Umpatnya dalam hati.
Esok nya ia tak masuk karena badanya sangat
tak bersahabat untuk melakukan aktivitas. Ia berkonsultasi sendiri lewat
whatsaap, tanpa bapak dan mamah tahu. Dokter bilang itu tak apa apa hanya masa
adaptasi, mungkin gadis itu terlalu cape.
Minggu pun telah berganti ia tak berani
mengikui upacara, ekskul Pramuka dan apapun yang berhubungan dengan hal yang
lama dan berat. Semuanya berjalan baik baik saja.
Hingga pada suatu Senin hadis itu merasa bahwa
ia baik baik saja, ia tak mengeluhkan apapun lagi dalam beberapa minggu
terakhir ini, hanya saja rasa sesak itu masih suka mengganggu. Gadis itu rasa
ia tak akan apa apa jika mengikuti upacara bendera. Dengan pertimbangan yang
matang ia memberanikan diri untuk mengikutinya. Pada awalnya memang baik baik
saja namun beberapa benit kemudian tubuhnya mulai merasakan sesuatu yang aneh.
Badanya mulai bergetar akeringat dingin itu mulai keluar. Rasa pening yang tak
bisa di gambarkan menghantam keras kepalanya. Pandangannya pun mulai kabur tak
karuan. Sebelum terjadi apapun ia segera berbicara kepada salah satu temanya.
" Metaaa...Opi pusing"
Meta sigap membawa gadis itu keluar dari
barisan, beberapa saat memang masih bisa berjalan, tapi setelah setengah jalan
menuju ruang guru, gadis itu sudah tak tahan, pandanganya pun mulai gelap, ia
tak sanggup menopang tubuhnya lagi. Tak tahu tak terasa ketika gadis itu
membuka matanya tiba tiba saja ia sudah berada di suatu ruangan. Belum terlihat
jelas ruangan apa itu, tapi ia tahu pasti tadi dirinya tak sadarkan diri. Ada
Seno di sampingnya, ia rasa sepertinya Seno lah yang membawanya kesini saat dia
pingsan tadi.
Aah sialan, LEMAH!
Itu yang selalu ia ucapkan kepada dirinya
sendiri. Gadis itu sangat tak terima dirinya selemah itu. Bahkan ia harus
mengubur seluruh cita citanya. Gara gara penyakit ini ia harus rela menunda
cita cita nya menjadi sang hafidzoh. Ia harus melepas seluruh kedudukanya di
organisasi organisasi yang aktif ia ikuti. Hari harinya tak bisa ia jalani
dengan bahagia. Apalagi ketika ia mengingat diagnosa pertamanya saat di pondok.
Gadis itu tak berani menceritakan semuanya kepada bapa dan mamah. Tentu saja
alasanya karena ia tak ingin membuat mereka cemas. Terlebih diagnosanya sangat
mengerikan.
Pagi
itu saat seluruh santri siap siap untuk pergi ke sekolah, gadis itu malah diam
di anak tangga yang menghubungkannya ke lantai dua asrama. Ia melihat nanar ke
arah tangan nya, ia bertanya tanya pada dirinya sendiri.
Apa
ini darah?
Dari hidung?
Gadis itu kaget, pasalnya selama ini
sedari dia SD sampai saat ini ia tak pernah merasakan mimisan. Ia sehat, ia
kuat, bahkan kegiatan gadis itu di pondok sangatlah padat, istirahat nya pun
minim hanya tiga jam per hari ia tidur. Selebih nya ia guanakan untuk mengkuti
organisasi organisasi pondok, bahkan gadis itu mencari cari tambahan uang jajan
sendiri dengan menjadi Kepala produksi.
Lalu apa ini?
Setelah itu ntahlah gelap, tak terasa
apapun. Matanya mengerjap sedikit, melihat banyak santri di sekitarnya.
Ia ingin bertanya ada apa?
Tapi kepalanya terlalu pening untuk
sekedar bersuara, bahkan matanya pun berat untuk terbuka.
"Gimana keadaanya teh? " tanya salah seorang santri.
" Aku udah nggak apa apa ko cuma
lemes dikit hehehe"
"Teh nanti sore ke dokter kata Bu
nyai"
" Emm nggak usah ay, ini juga
udah mendingan paling ntar malem juga bisa ikut ngaji lagi "
Ternyata perkiraan gadis itu salah,
sudah satu Minggu gadis itu mengeluh pening, tapi tetap saja melakukan banyak
kegiatan. Ia rasa kalau diam lama lama makin terasa sakit nya kan. Tapi telah
seminggu juga ia terus menerus mimisan, lama lama dirinya khawatir juga dengan
keadaannya. Akhirnya gadis itu memutuskan untuk pergi ke UGD pondok.
" Keluhanya apa aja nak? "
" Emm sebenernya sii nggak ada
keluhan lain Bu cuma pusing terus kadang kadang mimisan "
" Tapi si sekitar badan Opi suka
ada ruam padahal Opi nggak kebentur apapun Bu "
" Ada keluar darah dari gusi?
"
Tanya dokter paruh baya itu, terlihat
khawatir.
" Iyaa Bu setiap Opi sikat gigi
suka berdarah "
" Astaghfirullah nak "
Dokter paruh baya itu memeluk hangat
tubuh sang gadis yang ada di depannya. Tentu saja gadis itu bingung.
" Nak ibu kasih tau ini biar Opi
makin hati hati ngejaga makanannya ya nak, tapi saran ibu Opi lakukan
pemeriksaan lebih lanjut "
" Di lihat dari ciri cirinya nak
Opi ini kayanya terkena AML (Leukemia mielositik akut) yaitu salah satu jenis
kangker darah, nak tapi ini diagnosa ibu ya nak "
Deg ...
Apa ini ya Allah?
Pernah di suatu waktu teman yang entah
dari mana tahu kalau gadis itu terkena AML mengeluarkan perkataan yang
menyakiti hati.
" Pi kamu kena AML? "
Tanyanya.
“Hemm nggak itu cuma diagnosa dokter
"
" Kalo kata aku sii Pi kan AML
itu kanker kan? "
" Iyaa terus ? "
" Kalo kanker itu tetep aja ujung
ujungnya maaf ni ya meninggal "
" Kan semua orang juga pasti
meninggal "
" Tapi kan kalo sakit beda
pii, kamu sakit nih ya percuma dong kamu sekolah tinggi punya cita cita tinggi
kalo ujung ujungnya...mati "
Tak terasa air mata itu mengalir,
perkataan itu biasa saja sebenarnya, tapi ntah lah di telinga gadis itu terasa
sangat sangat menyakitkan.
Gadis itu tersenyum hambar, mengingat
bagaimana awal kali ia merasakan semuanya.
Apakah kali ini AML itu benar benar ada?
Tapi bukan kah dulu dokter berkata tidak ada
AML?
Ia takut jika kemungkinan itu akan terjadi.
Bagiamana kalau ia?
Itu artinya ia akan melewati menjalani hari
hari nya dengan kemo?
gadis itu rasa mulutnya kelu air matanya terus
mengalir, menyebab kan pipinya basah.
Batinya kembali menyalahkan dirinya sendiri,
ia bodoh kenapa dia bisa selemah itu?
Padahal bapak nya saja sekuat itu.
Bapak bilang hati itu ibarat wadah dan masalah
itu ibarat garam, ketika kita menaburkan sejumput garam di gelas ( hati yang
sempit ) dan coba rasakan air nya, maka pasti rasanya asin sekali. Tapi coba
kau taburkan sejumput garam itu pada danau ( hati yang luas ) niscaya garam nya
tak akan terasa.
Kunci dari setiap cobaan yang di hadapi adalah
ikhlas.
Pagi ini, bapak mengajak anak gadisnya itu ke
rumah sakit untuk melakukan CT Scane, ia ingin memastikan apakah AML itu benar
adanya atau hanya diagnosa yang keliru dulu. Semua berharap itu hanyalah sebuah
kekeliruan. Prosedur CT Scane dilakukan, tahapan demi tahapan di jalankan. Kini
selesai tinggal menunggu hasilnya. Tapi gadis itu tak memikirkannya ia ikhlas
atas apa yang ia hadapi, ia ikhlas atas apapun takdir yang di berikan Allah.
Dan hasilnya pun baik baik saja, meskipun tak hilang kemungkinannya. Tapi beda
nya gadis itu lebih ikhas menerima semua itu. Tatkala ia meminta bunga yang
indah nan wangi Allah malah memberi kaktus yang berduri, tatkala ia meminta kupu
kupu yang indah Allah malah memberi ulat yang berbulu, tapi dengan kesabaran
dan keikhlasan kaktus yang berduri itu mulai berbunga, ulat yang berbulu itu
mulai menjadi kepompong dan menjadi kupu kupu, Allah tau apa yang kita butuhkan
bukan apa yang kita inginkan. Kini gadis itu baru sadar apapun yang Allah titip
kan padanya apapun itu, itu tanda Allah sedang berbicara dengannya. Bukankah
selama ini dirinya sombong?
Menganggap bahwa ia tak akan bisa sakit?
Menganggap bahwa tubuhnya ini akan selamanya
sehat dan memimpin segala macam organisasi?
Ia keliru!
Ini lah cara Allah menegurnya, kini gadis itu
menjalani hari harinya dengan ikhlas apapun ketentuan Allah akan ia jalani
insyaallah.
End.
......................................................................................................................
Menulis resensi cerpen Ku Temukan Ikhlas oleh Meta Nadiastika, Lisa Amelia dan Jerry Feriyanto
Judul : Ku Temukan Ikhlas
Penerbit : -
Penulis : Novy Nunfathah
Tahun Terbit : 2024
Jumlah Halaman : 14 Halaman
Jenis Buku : Fiksi
KEKURANGAN CERPEN
1. Penulisan EYD masih kurang tepat, contoh pada kata "di Sertai" seharusnya digabung disertai karena di- menunjukan imbuhan bukan kata depan.
2. Penulisan tanda baca kurang tepat, seperti pada kata ulang seharusnya ditandai dengan "-"
4. Penulisan kalimat yang di dalam hati harus menggunakan teks miring
5. Banyak pengetikan yang masih salah, tidak diberikan spasi pada setiap kata.
KELEBIHAN CERPEN
1. Penggunaan judul yang tepat dan menarik
2. Cerita yang sangat menarik dan memotivasi kita