Rabu, 01 September 2021

NAMANYA MBA DESI

Namaku Arlan. Memasuki bangku kuliah semester tiga, aku memutuskan pindah kuliah karena faktor biaya. Aku memilih universitas yang lebih murah dikarenakan tidak mau terlalu membebani orang tuaku. Aku pun tinggal di kos-kosan kecil, lumayan murah bagi mahasiswa perantauan sepertiku. Sebulan sekali orang tua ku mengirimkan uang melalui rekening untuk biaya kuliah dan keperluanku sehari-hari. Kehidupanku di bangku perkuliahan biasa-biasa saja tidak ada yang menarik. Namun semua berubah, hari itu... Hari Jum'at tanggal 2 Juli 2021, perhimpunan mahasiswa yang aku ikuti yang tidak bisa aku sebutkan namanya, mengadakan suatu kegiatan fakultas di malam hari. Aku yang merasa sebagai mahasiswa baru yang ingin lebih kenal dekat dengan yang lain memutuskan untuk ikut, karena ini kesempatan bagus untukku.

 Saat itu semuanya berjalan lancar-lancar saja. Sampai sesuatu mengusikku. Saat itu ketika aku sedang mencuci tangan di washtafel toilet fakultas tiba-tiba lampu toilet berkedap-kedip sendiri. Awalnya aku kira itu hanya korsleting listrik biasa atau akibat lampu yang sudah tua, namun pikiran tenang itu berubah semua ketika beberapa menit kemudian pintu toilet di belakangku terbanting sangat keras. Sontak aku meloncat shock, menoleh kanan kiri kalau-kalau ada orang. Kosong. Bulu kudukku berdiri. Dan benar saja, ketika aku membalikan badanku lagi melanjutkan mencuci tangan, sebuah bayangan hitam terbias pada cermin di depanku. Semakin ku perhatikan bayangan itu semakin jelas membentuk sebuah wajah seorang wanita dengan rambut panjang yang terurai, bergaun putih dan berlumuran darah. Aku mematung. Nafasku tercekat. Aku tidak bisa menggerakan badanku, kecuali kedua mataku yang berkedip-kedip mengekspresikan rasa takut. Sebisa mungkin aku merapal doa dalam hati. Setelah lebih semenit mematung, akhirnya aku bisa menggerakan badanku, dan hal itu tidak aku sia-siakan untuk lari keluar toilet. Sayup-sayup terdengar suara pintu toilet menggelubrak berkali-kali diiringin dengan tawa cekikikan khas kuntilanak.

“Aldiiii..... diiii.... Aallddiiiiiiiii.....!!!!” Aku berteriak memanggil Aldi yang terlihat di lorong fakultas menuju ruang kegiatan.

“Kamu kenapa?” Aldi mengerutkan keningnya, heran melihatku.

Nafasku tersengal, aku sedikit membungkukan badanku, mengatur nafas.

“Itu... i-tuu....di sana dii....ah ah...” Dengan badan yang masih gemetar, aku pelan-pelan mendikte kejadian beberapa menit yang lalu kepada Aldi.

“Apa??” Tanya Aldi penasaran “Tenang... tenang dulu tenang...” Aldi menepuk-nepuk pundakku pelan, berusaha menenangkanku.

“Aku... aku... ah disana di....”

“Oke oke... kita kesana dulu, kamu harus minum terlebih dahulu...” Aldi akhirnya memapahku menuju ruang kegiatan, beberapa anak heran melihat kami.

Setelah aku meneguk air minum dan sedikit tenang, Aldi dan yang lain menunggu ceritaku dengan ekspresi penasaran mereka.

“Jadi ada apa? Apa yang kamu lihat tadi?” Tanya Aldi pelan.

“Iya memangnya ada apa sampai kamu berkeringat dingin begitu?” Tanya Sella, gadis berkacamat minus yang memberiku minum.

Aku menghela nafa sebentar. “Tadi... karena toilet disebelah sini tidak ada air jadi aku ke toilet fakultas pojok sana untuk cuci tangan dan cuci muka. Tapi ternyata aku melihat hantu wanita dengan gaun penuh darah.” Terangku pelan-pelan sambil melihat satu persatu wajah serius teman-temanku.

“Serius Lan?” Tanya Aldi

Aku mengangguk mantap. “Iya, aku serius! Duarius malahan!” Tegasku dengan ekspresi serius.

“Jangan-jangan....”Sella tidak melanjutkan kata-katanya. Dia menatap Aldi dan teman-teman yang lain. Seperti saling mengerti dan tau hantu apa yang aku lihat.

“Sudah, tidak apa-apa Lan. Dia tidak akan mengganggu. Mungkin dia hanya ingin berkenalan dengamu. Karena kamu mahasiswa baru.”

“Kalian tau siapa hantu itu?” Tanyaku penasaran.

Hampir semua teman-temanku mengangguk mengiyakan.

“Hampir semua teman-teman fakultas kita pernah melihat hantu tersebut. Tapi dia tidak mengganggu. Hanya ingin berkenalan dengan kita.” Jelas Nanda.

“Jadi... hantu wanita itu adalah hantu Mba Desi yang bunuh diri 10 tahun lalu. Dia bunuh diri karena hamil di luar nikah dengan salah satu pegawai universitas ini. Karena pacarnya itu tidak mau bertanggungjawab dan memilih menikah dengan orang lain.” Terang Aldi memberikan penjelasan. “Jasadnya ditemukan menggantung oleh Pak Sarmin, tukang bersih-bersih dari fakultas sebelah.” Lanjutnya.

Aku mengangguk mengerti menyimak cerita Aldi.

“Jadi jangan takut Lan, dia tidak akan mengganggu kita kecuali kamu menyakiti wanita bahkan sampai menghamilinya ditambah kamu tidak mau bertanggungjawab. Hahaha!” Kata Nanda diiringi tawa pelan dari teman-teman.

Aku tersenyum lega karena tahu tidak akan diganggu hantu Desi itu kecuali mereka yang melakukan hal seperti yang dikatakan Nanda barusan.

        Keesokan harinya, kami pun pulang ke rumah masing-masing karena sudah menyelesaikan kegiatan kami. Aku menoleh sebentar ketika melewati lorong dimana toilet “Mba Desi” berada. Samar terlihat sosok Mba Desi berdiri di samping pintu masuk, kali ini gaunnya terlihat bersih dan tersenyum tipis ke arahku.

Penulis, Arlan Fadilah

Penyunting, Akriz

CINTA TIDAK SEINDAH PANTAI

Pantai yang indah 

Pepohonan yang cantik

Suara perahu terdengar di telinga 

Ombak yang selalu mendekat dan menjauh

Seperti kamu yang selalu mendekat dan menjauh

Kadang cinta tak seindah pantai

Kadang gombalan tak secantik pepohonan

Kamu mendekati saya dengan beribu gombalan

Dan kamu meninggalkan dengan beribu alasan

Itu yang di namakan cinta ?

Bukanya cinta hanyalah rasa

Rasa yang bisa hilang ...

Cinta itu tidak harus memiliki bukan

Pantai saja tidak harus memiliki perahu 

Tapi...

Pantai bekerja sama dengan perahu 

Agar pantai terlihat indah 

Seperti halnya cinta

Cinta bekerja sama dengan rasa sayang dan setia 

Agar cinta tidak menghilang begitu saja


Karya, Hermawati Ningsih

UNTAIAN KATA

Aku terjatuh dalam kubangan itu

Sebuah kasih yang sempat aliri diri

Perasaan saling mengasihi

Dalam kepingan hati besi

Namun, semua telah temui sisi sunyi

Saat kau pergi tinggalkan diri

Di mana janji yang kau untai

Tuk arungi kisah yang kian lunglai

Kau hanya pembohong keji

Dengan kata sembunyikan arti

Janji itu telah berakhir

Tertusuk mawar berduri itu

Yang kau balut begitu rapi

Hingga aku sadari kini

Cintamu hanyalah sunyi


Ditulis Oleh, Yesa Agista

Penyunting, Khofifah


TAK PERNAH ADA

Disini ku hanya ditemani sepi,

Tak ada tawa yang terdengar,

Hingga yang kulihat hanya putih dan hitam,

Mereka semua mempermainkan ku,

Tak ada kebenaran yang keluar dari mulut itu,

Semua hanya omong kosong,

Mereka terus berteriak di depanku,

Seperti aku tak ada dimata mereka,

Yang terus ku dengar adalah suara-suara yang ku benci,

Air mata ini tak bisa ku bendung lagi,

Ingin ku berteriak di depan mereka,

Namun mulutku terasa terkunci,

Semesta seakan bilang "Jangan..."

Bahwa mereka adalah orang yang aku harus hormati bukan ku teriaki,

Namun mereka yang membuat aku tak mendengarkan apa kata semesta,

Ku teriaki mereka dan pada akhirnya aku sendiri yang menyesali semua.

 

Karya, Shela Enjellika