Namaku Arlan. Memasuki bangku kuliah semester tiga, aku memutuskan pindah
kuliah karena faktor biaya. Aku memilih universitas yang lebih murah
dikarenakan tidak mau terlalu membebani orang tuaku. Aku pun tinggal di kos-kosan
kecil, lumayan murah bagi mahasiswa perantauan sepertiku. Sebulan sekali orang
tua ku mengirimkan uang melalui rekening untuk biaya kuliah dan keperluanku
sehari-hari. Kehidupanku di bangku perkuliahan biasa-biasa saja tidak ada yang
menarik. Namun semua berubah, hari itu... Hari Jum'at tanggal 2 Juli 2021,
perhimpunan mahasiswa yang aku ikuti yang tidak bisa aku sebutkan namanya,
mengadakan suatu kegiatan fakultas di malam hari. Aku yang merasa sebagai
mahasiswa baru yang ingin lebih kenal dekat dengan yang lain memutuskan untuk
ikut, karena ini kesempatan bagus untukku.
Saat itu semuanya berjalan
lancar-lancar saja. Sampai sesuatu mengusikku. Saat itu ketika aku sedang
mencuci tangan di washtafel toilet fakultas tiba-tiba lampu toilet berkedap-kedip
sendiri. Awalnya aku kira itu hanya korsleting listrik biasa atau akibat lampu
yang sudah tua, namun pikiran tenang itu berubah semua ketika beberapa menit
kemudian pintu toilet di belakangku terbanting sangat keras. Sontak aku
meloncat shock, menoleh kanan kiri kalau-kalau ada orang. Kosong. Bulu kudukku
berdiri. Dan benar saja, ketika aku membalikan badanku lagi melanjutkan mencuci
tangan, sebuah bayangan hitam terbias pada cermin di depanku. Semakin ku
perhatikan bayangan itu semakin jelas membentuk sebuah wajah seorang wanita
dengan rambut panjang yang terurai, bergaun putih dan berlumuran darah. Aku
mematung. Nafasku tercekat. Aku tidak bisa menggerakan badanku, kecuali kedua
mataku yang berkedip-kedip mengekspresikan rasa takut. Sebisa mungkin aku
merapal doa dalam hati. Setelah lebih semenit mematung, akhirnya aku bisa
menggerakan badanku, dan hal itu tidak aku sia-siakan untuk lari keluar toilet.
Sayup-sayup terdengar suara pintu toilet menggelubrak berkali-kali diiringin
dengan tawa cekikikan khas kuntilanak.
“Aldiiii..... diiii.... Aallddiiiiiiiii.....!!!!” Aku berteriak memanggil
Aldi yang terlihat di lorong fakultas menuju ruang kegiatan.
“Kamu kenapa?” Aldi mengerutkan keningnya, heran melihatku.
Nafasku tersengal, aku sedikit membungkukan badanku, mengatur nafas.
“Itu... i-tuu....di sana dii....ah ah...” Dengan badan yang masih gemetar,
aku pelan-pelan mendikte kejadian beberapa menit yang lalu kepada Aldi.
“Apa??” Tanya Aldi penasaran “Tenang... tenang dulu tenang...” Aldi
menepuk-nepuk pundakku pelan, berusaha menenangkanku.
“Aku... aku... ah disana di....”
“Oke oke... kita kesana dulu, kamu harus minum terlebih dahulu...” Aldi
akhirnya memapahku menuju ruang kegiatan, beberapa anak heran melihat kami.
Setelah aku meneguk air minum dan sedikit tenang, Aldi dan yang lain
menunggu ceritaku dengan ekspresi penasaran mereka.
“Jadi ada apa? Apa yang kamu lihat tadi?” Tanya Aldi pelan.
“Iya memangnya ada apa sampai kamu berkeringat dingin begitu?” Tanya Sella,
gadis berkacamat minus yang memberiku minum.
Aku menghela nafa sebentar. “Tadi... karena toilet disebelah sini tidak ada
air jadi aku ke toilet fakultas pojok sana untuk cuci tangan dan cuci muka.
Tapi ternyata aku melihat hantu wanita dengan gaun penuh darah.” Terangku
pelan-pelan sambil melihat satu persatu wajah serius teman-temanku.
“Serius Lan?” Tanya Aldi
Aku mengangguk mantap. “Iya, aku serius! Duarius malahan!” Tegasku dengan
ekspresi serius.
“Jangan-jangan....”Sella tidak melanjutkan kata-katanya. Dia menatap Aldi
dan teman-teman yang lain. Seperti saling mengerti dan tau hantu apa yang aku
lihat.
“Sudah, tidak apa-apa Lan. Dia tidak akan mengganggu. Mungkin dia hanya
ingin berkenalan dengamu. Karena kamu mahasiswa baru.”
“Kalian tau siapa hantu itu?” Tanyaku penasaran.
Hampir semua teman-temanku mengangguk mengiyakan.
“Hampir semua teman-teman fakultas kita pernah melihat hantu tersebut. Tapi
dia tidak mengganggu. Hanya ingin berkenalan dengan kita.” Jelas Nanda.
“Jadi... hantu wanita itu adalah hantu Mba Desi yang bunuh diri 10 tahun lalu. Dia
bunuh diri karena hamil di luar nikah dengan salah satu pegawai universitas
ini. Karena pacarnya itu tidak mau bertanggungjawab dan memilih menikah dengan
orang lain.” Terang Aldi memberikan penjelasan. “Jasadnya ditemukan menggantung
oleh Pak Sarmin, tukang bersih-bersih dari fakultas sebelah.” Lanjutnya.
Aku mengangguk mengerti menyimak cerita Aldi.
“Jadi jangan takut Lan, dia tidak akan mengganggu kita kecuali kamu
menyakiti wanita bahkan sampai menghamilinya ditambah kamu tidak mau
bertanggungjawab. Hahaha!” Kata Nanda diiringi tawa pelan dari teman-teman.
Aku tersenyum lega karena tahu tidak akan diganggu hantu Desi itu kecuali
mereka yang melakukan hal seperti yang dikatakan Nanda barusan.
Keesokan harinya, kami pun pulang ke rumah masing-masing karena sudah
menyelesaikan kegiatan kami. Aku menoleh sebentar ketika melewati lorong dimana
toilet “Mba Desi” berada. Samar terlihat sosok Mba Desi berdiri di samping
pintu masuk, kali ini gaunnya terlihat bersih dan tersenyum tipis ke arahku.
Penulis, Arlan Fadilah
Penyunting, Akriz